11/29/18

Masa Adven: Makna, Pesan dan Tantangan

VOXRATEWATI.Com. By Wara Cypriano

Oleh P. William Saunders

MASA ADVEN (Makna, Pesan dan Tantangan)

Pengertian
Kata ‘adven’ berasal dari kata Latin ‘adventus’ yang berarti kedatangan. Maka  ‘masa adven’ berarti masa untuk menunggu kedatangan Tuhan Yesus. Masa adven berlangsung selama 4 minggu, yakni dari Minggu Adven I sampai dengan Minggu Adven IV. Pada awalnya tradisi adven sebenarnya tidak berasal dari Gereja Katolik Roma, tetapi merupakan tradisi Gereja Timur (Perancis)  untuk mempersiapkan  Epifani, yang jatuh pada tanggal 6 Januari. Pada peristiwa tersebut kanak-kanak Yesus dikunjungi oleh orang majus dari timur. Bagi Gereja Timur itulah Natal. Tradisi Katolik menghayati masa adven dengan melakukan ibadat bersama dan puasa. Selain itu juga mulai diciptakan simbol-simbol yang disebut dengan Korona Adven (lingkaran Adven). Kebiasaan membuat Korona Adven berasal dari Eropa Utara, khususnya dari Skandinavia.

Corona Adven
 Corona adven atau mahota selalu berbentuk lingkaran yang melambangkan Tuhan dan kasih-Nya yang abadi tidak ada akhir.  Lingkaran itu diuntai dengan daun-daun pinus atau cemara (avergreen) dan diatasnya dipasang empat lilin (tiga lilin berwarna ungu dan satu lilin berwarna merah); selain itu juga masih diberi asesoris lain seperti pita berwarna ungu dan merah.
 Dahan-dahan evergreen, sama seperti namanya “ever green” - senantiasa hijau, senantiasa hidup. Evergreen melambangkan Kristus, Yang mati namun hidup kembali untuk selamanya. Evergreen juga melambangkan keabadian jiwa kita. Kristus datang ke dunia untuk memberikan kehidupan yang tanpa akhir bagi kita.
 Empat batang lilin diletakkan sekeliling Lingkaran Adven, tiga lilin berwarna ungu dan yang lain berwarna merah muda. Lilin-lilin itu melambangkan keempat minggu dalam Masa Adven, yaitu masa persiapan kita menyambut Natal. Lilin ungu sebagai lambang pertobatan. Warna ungu mengingatkan kita bahwa Adven adalah masa di mana kita mempersiapkan jiwa kita untuk menerima Kristus pada Hari Natal. Lilin merah muda dinyalakan pada Hari Minggu Adven III yang disebut Minggu “Gaudete”. “Gaudete” adalah bahasa Latin yang berarti “sukacita”, melambangkan adanya sukacita di tengah masa pertobatan karena sukacita Natal hampir tiba. Saat memasuki Minggu Adven yang pertama dinyalakan lilin pertama, Minggu Adven kedua dinyalakan lilin yang kedua. Minggu III lilin ketiga dan keempat dinyalakan lilin yang terakhir. Terang itu sendiri melambangkan Kristus, yang datang ke dalam dunia untuk menghalau kuasa gelap kejahatan dan menunjukkan kepada kita jalan kebenaran.

Tujuan Masa Adven
 Masa Adven mempersiapkan Hari Raya Natal (Perayaan, persiapan batin) dan  mengarahkan hati umat untuk melakukan aksi konkrit (aksi sosial - karitatif  kemanusiaan). Maka yang paling utama ialah persiapan batin dan bukan persiapan fisik (jasmani). Banyak jemaat lebih dominan mempersiapan yang lahiriah saja (Performance) atau perayaan saja; Lagu, resepsi, sarana, pakaian dst dan lupa mempersiapkan hati. Jemaat tinggal pada level kulitnya saja. Maka pada masa Adven semua umat disadarkan untuk mempersiapkan batin dan melakukan aksi kasih. 

Tema-tema Pokok Masa Adven
 Minggu Adven I berkaitan dengan pewartaan kedatangan Tuhan kembali dan ajakan untuk berjaga-jaga. Bacaan Injil biasanya diambil  dari Lukas 21:25-28.34-35.   Minggu Adven II berkaitan dengan pewartaan tentang khotbah Yohanes Pembabtis mengenai ajakan untuk pertobatan (Lukas 3:1-6).  Minggu Adven III menampilkan kembali tokoh Yohanes Pembabtis sebagai perintis / pembuka jalan bagi kedatangan Tuhan Yesus, serta yang menunjukkan bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan. Minggu Adven III ini memiliki suasana kegembiraan (Minggu Gaudete). Injilnya Lukas 3:10-18 dan Minggu IV.  Injil dalam Minggu Adven IV mengisahkan peristiwa-peristiwa menjelang kelahiran Yesus. Di sini, tampil tokoh-tokoh: Maria, Yosef dan Elisabeth. Minggu Adven IV ini merupakan masa persiapan yang paling dekat dengan Hari Raya Kelahiran Tuhan. Bacaan Injil Lukas 1:39-45. 

Nyanyian Liturgi  Pada Masa Adven dan tangangan
 Pada Minggu Adven I dan II, nyanyian-nyanyian yang digunakan bertemakan pengharapan eskatologis (Kedatangan Kristus pada akhir jaman. Pada Minggu Adven III dan IV, nyanyian-nyanyian yang digunakan bertemakan kerinduan akan kelahiran Tuhan Yesus Kristus.

  Tantangan penghayatan masa Adven yakni Jemaat lebih fokus Persiapan jasmaniah (Perayaannya). Hampir sepenuh persiapan diarahkan untuk rapat penentuan panitia, latihan, pesta dan resepsinya. Tantangan lain Adanya persaingan antar grup atau kelompok. Maka akhirnya yang menonjol ialah performance (Sibuk) atau hanya seremonial saja sehingga makna dari Masa persiapan itu (Adven) tidak dirasakan karena jemaat lebih mengalami kecapekan daripada kagungan dari perayaan. 

Refleksi
Masa Adven mau menyadarkan kita agar sungguh mempersiapkanhati karena yang menjadi fokus bukan diri, bukan  juga perayaan namun Yesus Kristus sendiri. Ia mau mau kita nanti-nantikan dan kita rayakan. Karena itu aspek perayaan adalah sekunder. Hal lain yang menjadi refleksi kita ialah adanya pembaruan diri. Ini diwujudkan dengan sikap merendahkan diri, bertobar dan tergerak untuk memaafkan orang yang bersalah kepada kita. Baik kalau kita membersihkan hati dan perasaan yang mengganjal saat masa penantian ini sehigga saat puncak yakni Perayaan Natal (kelahiran Yesus) sungguh bermakna bagi kita, keluarga dan sesama kita. Mari kita dengan khidmat dan damai mempersiapkan hati kita kurang lebih satu bulan ini sehingga masa rohani dan berahmat ini sungguh membantu kita merayakan kelahiran Kristus sang juru selamat dan penebus kita. Para sahabat  terkasih, Selamat memasuki masa Adven

Berbagai Sumber; ( katolisitas.org, iman Katolik, Majalah Hidup dan artikel P SWilliam  Saunders )

11/01/18

Habit Of Mind

VOXRATEWATI.Com
#Repost from LPS
@Habit of Mind (Kebiasaan Berpikir)

Secara etimologis, “kebiasaan” berasal dari kata “biasa”, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebiasaan adalah; (1) sesuatu yang biasa dikerjakan dan sebagainya, dan (2) pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh seorang individu dan yang dilakukannya secara berulang untuk hal yang sama. 

Dalam Bahasa Inggris disebut dengan habit, yaitu something you do regularly, almost without thinking about it. Yang berarti bahwa habit adalah sesuatu yang anda lakukan secara teratur, dalam melakukannya hampir anda tidak memikirkan tentang apa yang akan dilakukan. 

Konsep di atas sejalan dengan pendapat Djaali bahwa melakukan kebiasaan sebagai cara yang mudah dan tidak memerlukan konsentrasi dan perhatian yang besar. Berbagai konsep tentang kebiasaan atau habit di atas menunjukkan bahwa suatu kegiatan yang telah menjadi kebiasaan akan dengan mudah untuk diulanginya lagi, karena tidak memerlukan suatu konsentrasi atau aktivitas kognitif yang sukar. 

Hasil kegiatan belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku yang relatif permanen dan otomatis. Perubahan tersebut dapat berupa kebiasaan. Kebiasan merupakan salah satu manifestasi dari proses belajar. Lebih lanjut dikatakan bahwa kebiasaan itu terjadi karena pembiasaan selama proses belajar, meliputi pengurangan perilaku yang tidak diperlukan. Misalnya sebelum kegiatan belajar, siswa menulis dengan menggunakan kata-kata yang tidak sesuai secara gramatikal dan tidak koheren. 

Setelah melalui habituasi – adanya stimulus dari sekitarnya – maka peserta didik tersebut akan menulis sesuai dengan gramatika bahasa. Siswa tidak akan menggunakan bahasa yang salah, memenuhi kaidah menulis yang baik dan benar. Pembiasaan mengakibatkan pengurangan kekeliruan sehingga tercipta perilaku yang baik karena adanya stimulus. 

Russel mengatakan bahwa the great bulk of our knowledge is a habit. Yang berarti bahwa sebagian besar pengetahuan kita adalah kebiasaan. Oleh karena itu maka, tujuan pembelajaran seharusnya membangun kebiasaan berpikir siswa. Secara rinci dampak pendidikan membentuk kebiasaan berpikir sebagaimana ditunjukan pada Gambar 2.1.

Salah satu kebiasaan positif untuk dikembangkan adalah kebiasaan berpikir atau habit of mind. Banyak definisi yang diberikan oleh para pakar psikologi tentang berpikir. Belum ada defenisi yang final tentang berpikir atau mind. Namun beberapa pendapat dari pakar dapat dijadikan referensi tentang konsep berpikir itu sendiri. Berikut beberapa defenisi tentang berpiikir.

Berpikir atau mind menurut makna kamus adalah someone's memory or their ability to think, feel emotions, and be aware of things. Berarti bahwa mind atau berpikir adalah memori seseorang atau kemampuan untuk memberikan opini, mempertimbangkan suatu ide atau masalah, merasakan emosi dan menyadari tentang suatu hal. Morgan seperti dikutip oleh Moh. Ali dan Moh. Asrori mendefenisikan berpikir sebagai rangkaian proses kognitif yang bersifat pribadi atau pemrosesan informasi (information processing) yang berlangsung selama munculnya stimulus sampai dengan munculnya respon. Menurut Purwanto, berpikir adalah suatu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. 

Beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa berpikir adalah proses kognitif untuk memperoleh suatu ide, gagasan, atau opini guna mencapai tujuan tertentu berdasarkan berbagai pertimbangan baik aspek fisik maupun non fisik. Proses tersebut terjadi di dalam otak manusia. Aktivitas berpikir ini akan terus mengembangkan pola kerja otak yang lebih baik dan lebih efektif melalui pengingkaran atau penghilangan aspek-aspek yang menghambat atau merintangi pencapai tujuan. 

Proses ini bermuara pada perkembangan ide dan konsep. Hal ini sejalan dengan konsep Bochenski yang dikutip Suriasumantri bahwa berpikir adalah perkembangan ide dan konsep. Menurut Costa dan Kallick, habits of mind as an internal compass to guide their thoughts, decision and action in their school learning as well as their daily lives. 

Berarti bahwa kebiasaan berpikir sebagai kompas internal untuk membimbing pikiran, keputusan dan tindakan dalam pembelajaran anak di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-harinya. Kebiasaan berpikir adalah kerangka atau pola kognitif yang berguna sebagai pedoman seseorang dalam berpikir, bertindak, dan bertingkah laku daam merespon suatu situasi baik dalam konteks pembelajaran di sekolah maupun di lingkungan kesehariannya. Perilaku tersebut dilakukan dengan mudah dan tanpa konsentrasi khusus karena adanya pembiasaan. 

Kampus sebagai lembaga pembentukan karakter peserta didik, harus mampu mengembangkan potensi intelektual peserta didik. Sizer seperti dikutip oleh Johnson mengatakan, sekolah artinya belajar menggunakan pikiran dengan baik, berpikir kreatif menghadapi persoalan-persoalan serta menanamkan kebiasaan untuk berpikir. 

Dosen harus mampu mendorong pembentukan kebiasaan berpikir. Hal ini berarti konsep pembelajaran menekankan makna bahwa proses yang terjadi bukan pada penguasaan konten materi tetapi lebih pada pengembangkan potensi peserta didik. Tumbuh kembang potensi ini akan membimbing seorang peserta didik untuk terus belajar (long life education) sehingga mampu memecahkan persoalan kehidupannya. Inilah yang menjadi substansi pembelajaran. 

Berpikir memerankan peranan yang sangat membantu bahkan menentukan. Pendapat ini berarti bahwa pengembangan kemampuan berpikir merupakan hal yang penting dalam proses pembelajaran sebagai modalitas seorang anak menjalani kehidupannya.

Costa dan Kallick mengidentifikasi bahwa terdapat 16 gambaran kebiasaan berpikir (habit of mind) yakni;

(1) persisting, (2) managing impulsivity, (3) Listening with Understanding and Empathy, (4) Thinking Flexibly, (5) thinking about thinking, (6) Striving for Accuracy, (7) Questioning and Posing Problems, (8) applied past knowledge to new situation, (9) Thinking and Communicating with Clarity and Precision, (10) Gathering Data Through All Senses,(11) Creating, imagining,and innovating, (12) Responding with Wonderment and Awe, (13) Taking Responsible Risks, (14) finding humor, (15) Thinking Interdependently, (16) Remaining Open to Continuous Learning.

Pendapat di atas menunjukkan bahwa kebiasaan berpikir ditunjukan dengan kemampuan bertahan dalam arti seorang yang memiliki kebiasaan berpikir akan tetap bertahan dan fokus untuk menyelesaikan suatu tugas, tidakkan menyerah ketika menghadapi suatu hambatan untuk mencapai tujuan.

Seorang yang memiliki kebiasaan berpikir juga mampu mengatur sesuatu berdasarkan kata hatinya, mendengar dengan pengertian dan empati, berpikir fleksibel. Berpikir fleksibel berarti bahwa mampu menemukan alternatif cara tentang suatu hal, mampu mengubah perspektif serta mempertimbangkan pilihan-pilihan. Identifikasi kelima tentang kebiasaan berpikir adalah ditunjukan oleh berpikir tentang berpikir, yang berarti bahwa menyadari tentang pikirannya, strategi yang akan diterapkan, perasaan yang dialaminya, tindakan yang dilakukannya serta akibat yang ditimbulkan terhadap orang lain.

Seseorang yang memiliki kebiasaan berpikir akan melakukan sesuatu yang terbaik, sehingga hasil yang diperoleh juga tepat karena akan selalu melakukan koreksi atas apa yang telah dilakukannya, dan terus melakukan upaya peningkatan atas apa yang telah dicapainya. Oleh karena itu, seorang yang memiliki kebiasaan berpikir akan terus bertanya dan mengajukan masalah, menggunakan pengetahuan yang dimilikinya pada situasi baru.

Mampu mengkomunikasikan sesuatu dengan jelas dan tepat, mengumpulkan data dari berbagai sumber, mencipta, berimajinasi dan melakukan inovasi. Mersepson sesuatu dengan penuh kekaguman, berani mengambil risiko, humoris, berpikir saling ketergantungan dan terus melakukan upaya belajar secara terus menerus.

Keenambelas ciri kebiasaan berpikir yang diidentifikasi oleh Costa dan Kallick disintesis oleh Marzano, et. al. menjadi tiga ciri yakni (1) self regulation, (2) critical thinking, dan (3) creative thinking. Lebih lanjut dikatakan bahwa standar dari ketiga area tersebut adalah, regulasi diri meliputi; kesadaran akan pikiran sendiri, membuat rencana secara efektif, menyadari dan menggunakan sumber daya yang diperlukan, sensitif terhadap umpan balik, dan mengevaluasi efektivitas setiap tindakan.

Berpikir kritis mencakup; akurat dan selalu mencari ketepatan, jelas dan mecari kejelasan sesuatu, memiliki pikiran yang terbuka, mengendalikan kata hari, mengambil suatu peran atau posisi ketika situasi tertentu menuntutnya untuk turut serta, serta peka terhadap perasaan dan tingkat pengetahuan orang lain.

Sedangkan berpikir kreatif ditunjukan oleh secara intensif melakukan tugas meskipun jawaban atau solusi atas sesuatu tidak serta merta nampak, mendorong batas pengetahuan dan kemampuan, menghasilkan, mempercayai dan menjaga standar evaluasi, dan menghasilan cara baru dalam memandang situasi baru di luar batas standar yang telah disepakati.

Menurut Johnson berpikir kritis merupakan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan pendapat orang lain, sedangkan berpikir kreatif adalah kegiatan mental yang memupuk ide-ide asli dan pemahaman-pemahaman baru. Pendapat ini berarti bahwa berpikir kritis adalah kemampuan untuk mengevaluasi sesuatu berdasarkan kriteria-kriteria tertentu terhadap suatu obyek.

Kemampuan ini tentu saja berhubungan dengan pengetahuan awal seseorang terhadap variabel yang dievaluasi. Sedangkan berfikir kreatif berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru. Dengan demikian maka kemampuan berpikir kritis merupakan aktivitas yang berada pada domain otak kiri sedangkan berpikir kreatif merupakan domain aktivitas otak kanan.

Berpikir kritis umumnya disebut juga dengan kemampuan analitis, sedangkan kemampuan berpikir kreatif juga dipahami sebagai kreativitas. Kemampuan berpikir ini berhubungan dengan kemampuan menganalisis dan mengevaluasi ide-ide atau suatu hal.

Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk melahirkan sesuatu hal yang baru dengan membangun hubungan antara berbagai hal yang tidak disadari oleh orang lain. Sering kali hasil pemikiran kreatif ini dianggap bodoh, janggal atau konyol oleh orang lain karena melawan status quo.

Kebanyakan orang menganggap bahwa yang baik dan benar itu adalah tidak bertentangan dengan hal-hal yang umum terjadi dalam kebiasaan. Hasil-hasil pemikiran seperti ini biasanya digunakan di dunia industri. Contohnya pada beberapa tahun yang lampa, ide menjual air dalam kemasan dianggap hasil pemikiran konyol karena bumi Indonesia yang kaya akan sumberdaya air tidak akan mungkin masyarakat akan membeli air dalam kemasan, karena pada hampir setiap rumah memiliki sumur air yang dapat diambil untuk dimasak dan siap untuk diminum.

Namun ide yang dianggap konyol ini, harga air dalam kemasan botol 1500ml pernah melebihi harga bahan bakar minyak di Indonesia. Namun patut disayangkan, potensi perkembangan pemikiran atau berpikir kreatif ini hanya banyak dijumpai pada anak-anak tetapi sulit dijumpai pada orang dewasa, karena potensi kreatif orang dewasa ditekan oleh dorongan penyesiakan intelektual masyarakatnya.

Pemikiran kritis hadir untuk menganalisis dan mengevaluasi berbagai hal seperti ide, gagasan, atau pemikiran yang ada. Tidak semua bentuk pemikiran yang lahir adalah pemikiran baik. Ada juga pemikiran yang buruk, sehingga hadirnya kemampuan berpikir kritis akan melakukan penilaian ide tersebut atas norma-norma yang berlaku atau kriteria-kriteria kebenaran lain.

Kemampuan berpikir kreatif akan mempertimbangkan implikasi yang ditimbulkan dari ide kreatif tersebut. Jika sesorang memiliki kebiasaan berpikir demikian berarti telah memiliki modalitas dalam melakukan berbagai aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari termasuk dalam kegiatan menulis. By Wara Cypriano