7.1.23

Ritual "Wake Mangu Sa'o"

Ritual "Wake Mangu Sa'o"

Oleh: Siprianus Wara

         Foto insert (pribadi) 
        Ritual Wake Mangu di                    Tugasoki-Ekoae Ende 
             30  Desember 2022

Ritual "Wake Mangu Sa'o" merupakan upacara sakral dalam tradisi masyarakat adat di wilayah pantai utara Desa Ekoae, Kecamatan Wewaria, kabupaten Ende  tepatnya di Dusun Tugasoki Ratewati. Tradisi ini telah diwariskan secara turun temurun. Ritual ini sangat dihormati dan disakralkan karena tiang nok sebuah rumah merupakan simbol jantung dan nafas serta nadi kita manusia. Hal ini berarti rumah tempat tinggal sebagai tempat keberkatan, pemberi kesuburan, keturunan, kesehatan, serta kesuksesan dalam hidup.

Secara etimologis frasa "Wake Mangu Sa'o" terdiri dari tiga suku kata dalam bahasa Lio yakni salah satu suku di kabupaten Ende yang terdiri dari kata wake berarti mengangkat atau menaikan,mendirikan, mangu berarti tiang nok, sa'o berati rumah. Secara harafiah diartikan bahwa ritual wake mangu sa'o yaitu upacara memasang tiang nok rumah yang baru dibangun sebelum melanjutkan pengerjaan rangka atap sebuah rumah sebagai tempat kediaman bagi sebuah keluarga. Waktu pelaksanaanya bisa dilakukan pada pukul 23,24 atau pukul 1 dinihari ada juga pada jam 4-5 subuh tergantung dari kesepakatan keluarga.  Adapun pihak-pihak yang wajib dihadirkan dalam ritual ini;

1. Ata Nipi

   Ata Nipi merupakan orang yang diyakini memiliki kemampuan lebih (supranatural) yang dapat menjembatani kehidupan manusia dan dan kehidupan dunia orang mati (nande bhale). Orang ini dipercayakan keluarga bisa berasal dari dalam anggota keluarga atau warga dari klan yang sama namun bisa juga dari luar yang telah disepakati oleh pihak keluarga untuk melakukan ritual ini. Ata nipi memberi petunjuk bagi keluarga untuk melaksanakan upacara tersebut.

2. Pu'u kamu 

 Pihak yang wajib dihadirkan juga dalam upacara ini yakni pihak orang tua atau saudara dari pihak isteri. (Pu'u kamu) di mana pihak ini sebagai bagian tak terpisahkan dan merupakan garis lurus darah keturunan yang mendiami rumah ini dari pihak isteri. Pihak pu'u kamu membawa kain atau slempang yang akan diikatkan pada tiang nok dan dibiarkan sampai rusak atau tidak dibuka lagi dan terus terpasang sampai rumah ini didiami oleh keluarga. Biasanya menggunakan slempang hasil tenun ikat tradisional dari daerah setempat di mana ukurannya lebih kecil dari pada kain tenun. Pihak pu'u kamu akan terlibat langsung dalam pemakuan tiang nok sebagai wujud dukungan kepada pihak saudari atau tua eja.

3. Weta Ane

Pihak weta ane adalah pihak saudari dari suami. Ini melambangkan pihak ipar atau Eja atau disebut jalur saudari (jala ana weta) sebagai bentuk dukungan terhadap saudara yang meneruskan warisan orang tua dan leluhur sebagai jalur penerus keturunan dalam keluarga. Pihak weta ane berkewajiban untuk mengantar hewan kurban ke pihak saudara berupa babi atau ayam yang akan disembelih dan darahnya dioleskan di tiang nok atau berupa uang yang akan diserahkan ke pihak saudara pada ritual tersebut.

4. Ana Tukang

Ana tukang  merupakan pihak yang wajib dihadirkan  dan memiliki peran yang besar dalam kesuksesan pembagunan sebuah rumah. Ana tukang atau tukang bangunan sangat bertanggungjawab atas kenyamanan bagi keluarga untuk mendiami rumah yang dibangun. Pihak tukang harus teliti dalam merancang dan meletakan kayu pada rangka rumah berupa kosen pintu, jendela, rangka atap misalnya ujung, pangkal atau posisi persambungan kayu harus pas di tiang atau jangan di bagian tengah karena dipercayai akan membawa malapetaka atau sakit penyakit. Maka tukang diberikan kesempatan juga untuk memaku tiang nok selain tuan rumah, pihak pu'u kamu, serta pihak  weta ane. Hal ini menunjukan satu kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan sebagaimana rumah terdiri dari rangka tiang, dinding, atas menjadi satu dan dapat didiami sebagai tempat berlindung dari panas, dingin, hujan,angin dan dijadikan sebagai pusat kegiatan keluarga serta tempat beristirahat.

 5. Aji Ka,e,tuka bela

Pihak Aji Ka,e merupakan pihak kakak, adik atau saudara atau fsaudari jauh baik bertalian darah, kawin mawin atau sahabat kenalan, para tetangga atau kerabat lainnya yang turut diundang sebagai bagian dari keluarga besar.  Para kerabat biasanya memberikan sumbangan berupa beras, arak, ayam, rokok atau apa pun dari hasil kesepakatan dan akan dikembalikan jika ada hajatan di kemudian hari. Hal ini sebagai bentuk dukungan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan serta budaya. Artinya satu keluarga tidak hidup sendirian namun selalu berinteraksi dengan orang lain, saling membantu dan menolong serta meminta bantuan jika berkekurangan. Ini merupakan hakikat kita manusia sebagai mahkluk sosial. Dalam ritual ini adapun tahapan ritualnya sebagai rangkaian upacara yang harus dilewati sebagai satu kesatuan yang lengkap dan berdaya guna;

1.Para tukang menyiapkan semua perlengkapan pertukangan termasuk tiang nok yang dibutuhkan. Biasanya ada satu tiang nok utama atau induk yang letaknya di bagian pusat rumah dan dibantu oleh tiang nok pendukung lainnya.

2. Pembuat ritual atau ata nipi yang mengupacarakan berupa ayam sembelihan dan darahnya dioleskan pada tiang nok serta 1 ayam lainnya yang diritualkan dan dilepaskan kembali serta dibiarkan hidup. Ayam ritual ini dibiarkan berkeliaran dan tidak disembelih sebagai simbol keamanan,kedamaian,ketentraman serta mengalami hidup selamanya.

3. Ritual ini diakhiri dengan acara makan bersama dengan terlebih dahulu mempersembahkan sesajen kepada Dua gheta lulu wula, Ngga'e ghale wena tana artinya Allah penguasa langit tertinggi dan Tuhan penghuni bumi terdalam serta semua arwah lelulur, roh jahat dan halus agar memberi restu akan segala jerih payah dan usaha kerja keluarga. Di sisi lain acara makan bersama  sebagai ucapan syukur bersama anggota keluarga yang terlibat dalam upacara ini. Setelah makan bersama semua anggota keluarga (laki-laki) harus terjaga sampai pagi di dalam rumah yang sedang dibangun. Di dekat tiang nok diletakan pelita atau penerangan agar meneranginya dan kekuatan gelap tidak mendiami dalam rumah. Maka ritual wake mangu sa'o sebagai upacara sakral dan sangat kaya makna bagi masyarakat adat suku Lio khususnya di Tugasoki Ratewati Ende.

Demikian gambaran singkat ritual “wake mangu sa’o” dalam tradisi masyarakat adat Ratewati Tugasoki di Desa Ekoae, Kecamatan Wewaria, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Semoga artikel ini bermanfaat sebagai wujud pelestarian budaya lokal, tidak hanya dalam tutur lisan namun juga dalam bentuk tulisan. Artikel ini masih membutuhkan masukan dari masyarakat yang mewarisi tradisi ini agar tulisannya semakin lengkap dan dapat menjadi referensi bagi generasi selanjutnya.

Foto-foto di bawah ini merupakan kejadian pada ritual wake mangu sa'o.