2/22/18

Pele Pata Ata Du'a Na'u: Memaknai Keseimbangan Alam melalui Petuah Para Leluhur Dalam Bahasa Lio

VOXRATEWATI.Com. By Wara Cypriano
Pele pata ata du'a nosi:

Ulu diga eko bina, Pere sare one pawe.Nebo dau deka leka deko, eo raki dau ngoa rasi, we'e diga ngere nenu sina, we,e bara ngere pingga jawa. powo sai kopo, tena sai kasa, we'e nua mo'o tu'a keka mo'o maku.Kaju aje ma'e poka pate, we'e ule age ma'e rembu sawe, ki kapa ma'e jengi, kuru tu'u ma'e dutu, ola mbura nora sa gili ola, poka toa ma'e tau ngura luja, titi oto ma'e tiko wolo, ta'u kora bere tiko bege, melo mbebho tiko ela. Gaga bo'o kewi ae, nuwa kea nuwa kena, keta ngere kobe, ngga ngere leja...Pati ngai kita sia ngere leja Siga, rade kita mbara ngere wula ja.

Ola peta dela atau pele pata leka ata du'a welu, we tau na'u nena leka kita ana mamo, we'e jaga nua ola, kita mera leka nua, no kema leka ola..kita we ngai tei leka Ngga'e pati, no leka Du'a eo welu. Du'a gheta lulu wula, Ngga'e ghale wena tana..

Hubungan kai no'o ola tuli gheta, kami mo nosi leka ola jaga kita ghea Tiwo sora atau Ae Tiro Gola Gagi...

Ae Tiro Gola Gagi

Kita masa-masa ana mamo eo Siga Rembu, mera leka tana Ratewati.Nosi no'o ola jama eo maju sawe, Kita muri mera no hand phone eo bheni, ghala pera pati gamba Ae Tiro Gola Gagi we ata eo bebo tau mbe'o, terutama ana lo'o du'a ngara kita. Kami terima kasi bhondo leka ebe aji, eo deki dowa gharu nua Tugasoki tau gheta ulu ae..Ele si iwa ulu ae pu'u tapi, leka Ae Tiro gola Gagi gharu nebu na jadi dowa ulu ae tau minu ka no lau nua Tugasoki - Ekoae.

Dema miu mbana no gheta nu'a ada, du gheta ulu Ae Tiro Gola Gagi kami rina leka dua ngara kita...kita jaga we ae ngala bersih we tau minu ka.Latu ola kema mbana kita tau rusa rasa ulu ae gharu antara lain:

1. Kita rio rasi leka one tiwu tiro atau tiwu sora Gola Gagi.Dema kita rio
rasi one tiwu berarti ae kebu dhemu.Ibarat ae eo rasi lima gha'i  Kita wiki tau pedhe nasu atau minu ka.

2.Kita eo ngonggo ngoa no kura, keba, ana mbo, mongga, kembi, kita gae pesa ka mbana ngoka soa dengan cara welu no'o oba..Ola meko Kema kita ghera na iwa bheni, tau rusa rasa lingkungan ae..jadi ae iwa bersi. Dema fonga mo pesa ka kura keba, kita soa, atau ngoka we, ndu leka ata du'a pera, embu welu mamo moi.

Leka eo tuli na aku iwa si mo jaga lara, oa penda atau bheri denda
ebe aji, ka'e sa iwa, menga aku mo nosi we, we,e tana watu kita tu'a ma'e tau ghura luja.Tana watu tu'a do du'a kita tau, iwa sa ata mangu lau laja ghawa sa iwa.Dema miu rasa ola nosi na molo, pera si leka aji Ka'e kita na..nosi mbe'o gare keku..Seru ma'e ria waka ma' e tu'a..we muri pawe kita sare, we kema kita gena ghewi kita sai..

Salam Ana Mamo Siga Rembu Ratewati. 

2/12/18

Mengenal Ritual Adat "Pu Pati Jawa" Masyarakat Adat Tugasoki-Ratewati

VOXRATEWATI.Com. By Wara Cypriano


Foto Insert: Upacara inisiasi 2 wanita menjadi pemangku "Pu Pati Jawa"


Pelestarian tradisi lokal merupakan tanggung jawab bersama.Adat istiadat dan tradisi budaya mengadung nilai-nilai luhur baik yang tersirat maupun tersurat sebagai pedoman hidup bagi seluruh masyarakat adat yang mendiami suatu tanah persekutuan. Perubahan jaman dewasa ini acap kali menggerus, bahkan mengabaikan warisan leluhur yang telah berabad-abad dan dilestarikan secara turun temurun. Namun, untuk menangkal arus tersebut maka para masyarakat adat sampai saat ini masih menjujnung tinggi nilai-nilai luhur warisan para leluhur baik dalam bentuk seremonialnya maupun nilai kearifan lokal yang terkandung di dalamnya.Pelaksanaan dan penghayatan nilai luhur harus diinternalisasikan oleh seluruh kelompok atau masyarakat adat tersebut.

Hal ini juga terjadi pada masyarakat adat tanah persekutuan "Siga Rembu Ratewati" yang pusat penyelenggaraan ritual adatnya di Kampung Adat Ratewati-Tugasoki  (Ratewati-Tugasoki Traditional Village & Cultural Heritage Site) desa Ekoae, Kec.Wewaria Kab.Ende Nusa Tenggara Timur. Atau berjarak 74 Km ke bagian utara dari kota Ende.

Di tanah persekutuan masyarakat adat "Siga Rembu Ratewati" ini terdapat 7 klan atau disebut "Lika Limarua" atau disebut juga "Embu Lima Rua" yang salah satunya adalah "Embu Kaki". Selain "Embu Kaki ada pun klan yang lainnya memiliki pantangan adat (Pire) misalnya anak laki-laki sulung tidak boleh memakan daging babi, atau pantang memakan kacang-kacangan, ada juga tidak boleh membunuh jenis ular tertentu. Klan ini ( Embu Kaki) terdiri dari beberapa rumah adat namun tidak semuanya memiliki tradisi  "PU PATI JAWA".Frase "PU PATI JAWA" berasal dari kata bahasa Lio yaitu "PU" artinya bakar dan "Jawa" artinya Jagung. Jadi "PU PATI JAWA" adalah sebuah upacara memakan jagung muda bagi para ibu (isteri).

Tradisi "Pu Pati Jawa" dilaksanakan pada saat musim panen jagung muda.Itu artinya sebagai upacara pembuka sebelum memakan jagung muda.Upacara ini diperuntukan bagi para Ibu (istri) yang suaminya berasal dari klan (Embu Kaki) sedangkan suami atau anaknya laki-laki atau perempuan bisa mengkonsumsi jagung muda sebelum upacara ini dilaksanakan. Jika suami dan anak-anak mengkonsumsi jagung muda maka perlu menghindari agar rambut jagung, bekas pada piring atau wadah harus segera dibersihkan sehingga tidak diinjak atau dikonsumsi oleh istri atau ibu mereka, hal ini disebut "pire" atau ma'e selo kebho. 

Upacara "Pu Pati Jawa" diawali dengan seremoni utama yang disebut "Pu dan Pati" artinya jagung muda itu dibakar oleh 2 wanita (Para Ibu) sebagai pemangku yang memiliki wewenang dalam rumah adat tersebut. Kedua wanita  didampiangi oleh para suaminya yang pertama membakar jagung muda dan selanjutnya dimakan. Dan itu artinya para ibu (istri) sudah diperbolehkan untuk memakan jagung muda atau disebut "Mi Jawa atau Ji'e jawa".


Ritual bakar jagung

Ada pun tahapan upacara "Pu Pati Jawa"
1. Jagung muda di panen dari ladang yang didalamnya di tanam padi dan jagung jika hanya ditanami jagung saja maka jagung itu tidak bisa dijadikan sebagai "Pu Pati Jawa) jagung muda harus berasal dari keluarga  "Embu Kaki" (bukan dari klan lain) jumlah jagung (batang) yang dipanen sesuai dengan jumlah para isteri.

2. Jagung muda yang sudah dipanen di bawah ke rumah adat dari klan itu untuk dilakukan upacara "Pu Pati". Pada upacara ini para anggota keluarga menghadiri dan menyaksikan upacara tersebut ( biasanya 1 malam).

3. Sesampainya di rumah adat, ke 2 istri (sebagai pemangku) melakukan ritual yang dimulai dengan penyembelian hewan kurban berupa ayam dan nasi sebagai bahan sesajen bagi arwah leluhur. Dan dilanjutkan dengan bakar jagung (bukan direbus)
Pada saat membakar jagung maka jagung itu jangan terlalu terbakar agar mwngindari bunyi (atau bunyi mengkal  pada saat dibakar), tidak boleh buang angin.

4. Setelah dibakar maka jagung itu dimakan oleh ke 2 ibu tersebut dengan pantangan tidak boleh batuk, membuang angin dan tidak memakan sampai havis 1 tongkol jagung tersebut (disisakan beberapa baris)

5. Setelah ke 2 wanita tersebut memakan jagung muda maka dilanjutkan dengan para wanita yang lain untuk membakar jagung muda pada tungku yang sama dan memakannya.

Setelah melewati tahapan di atas maka upacara "Pu Pati Jawa" selesai.

Catatan: Para isteri tidak diperbolehkan untuk memakan jagung muda sebelum upacara "Pu Pati Jawa" dilaksanakan. Jika hl ini disengaja maka akan mendapat musibah atau mengalami gatal-gatal pada tubuh terutama pada organ vital.







2/08/18

Hari Rabu Abu: Memaknai Masa Ret-Ret Agung - 14 Februari 2018

VOXRATEWATI.Com. By Wara Cypriano

Foto insert: Umat berdoa sesudah menerima Abu

Rabu Abu adalah hari di mana umat Katolik memulai masa pertobatan atau permulaan masa Prapaskah.

Banyak perayaan khas dengan suasana tobat yang akan dijalani umat Katolik selama masa Prapaskah. Mulai dari puasa, aksi puasa pembangunan, pengakuan dosa, hingga Jalan Salib.

Sejumlah ritual itu adalah siklus yang terus terulang tiap tahun. Namun, terkadang ada hal-hal sederhana yang luput dari perhatian. Kita kaget sendiri ketika sesama umat Katolik atau umat dari agama lain bertanya tentang hal-hal sederhana itu.

Berikut ini adalah 5 pertanyaan tentang hari raya Rabu Abu yang sering diajukan kepada umat Katolik. Ketika kamu bertemu dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu, kamu harus menjawab demikian. (sumber: Katholik)

1. Abu yang diolehkan di dahi itu terbuat dari apa?
Orang mungkin saja bertanya, dari mana abu yang dioleskan di dahi dalam Misa Rabu Abu? Atau abu tersebut dibuat dari bahan apa?

Ternyata abu yang kita terima dalam bentuk olesan tanda salib di dahi itu dibuat dari debu hasil pembakaran daun palma yang diberkati pada Minggu Palma tahun sebelumnya. Daun palma dalam tradisi umat Katolik mengandung makna kemenangan.

2. Kenapa harus abu?
Dasar jawaban untuk pertanyaan ini adalah kitab Kejadian 2:7. Disana dikatakan bahwa Allah menciptakan Adam dari ‘debu’. Dan ada juga kisah tentang Yesus menyembuhkan orang buta dengan mengoleskan tanah kepada mata orang buta itu, dalam kitab Yohanes 9:6.

Dengan abu yang kita terima, kita kembali ditandai untuk menyambut hidup Yesus Kristus yang sanggup memperbarui dan menyempurnakan kita kembali.

3. Kenapa dioleskan di dahi?
Abu dioleskan di dahi untuk membantu kita mengenali kembali area spiritual, tempat dimana kita dapat berkembang dan area kedosaan mana yang harus kita jauhi. Dahi (dan kepala) adalah tempat pikiran dan akal budi bekerja.

Untuk bertobat kita mesti berpaling dari dosa dan mengarah kepada Allah. Kita menggunakan abu sebagai ekspresi bahwa kita perlu memperbarui kembali iman kita.

4. Doa apa yang pas untuk didoakan setelah menerima abu?
Segalam macam doa yang diujarkan dengan penuh penghayatan pasti didengar oleh Tuhan. Doa yang dimaksud bisa dalam bentuk doa spontan atau doa-doa yang sudah disiapkan dalam buku-buku liturgi.

Tapi kalau kamu masih bingung untuk mencari doa yang cocok, kamu bisa memilih dari kitab Mazmur yang mengandung tema pertobatan. Kamu bisa memilih Mazmur 6 atau Mazmur 32. Daraskan salah satu sebagai doa.

5. Masa Prapaskah berlangsung berapa lama?
Terhitung sejak Rabu Abu, umat Katolik akan merayakan masa pertobatan atau masa Prapaskah selama 4O hari, tanpa menghitung hari Minggu. Masa Prapaskah akan selesai atau genap 40 hari pada hari Sabtu sebelum hari Minggu Palma.

Angka empat puluh ini mengingatkan kita akan perjalanan bangsa Israel selama 40 tahun di padang gurun dan puasa Yesus selama 40 hari. Selama empat puluh hari ini umat Katolik melakukan ziarah iman.


2/02/18

Tradisi Pemberkatan Tenggorokan Pada Peringatan Santo Blasius (03 Pebruari 2018)

VOXRATEWATI.Com. By Wara Cypriano

Repost dari sumber: akun Katholik

TRADISI PEMBERKATAN TENGGOROKAN PADA PERINGATAN SANTO BLASIUS



Tangal 3 Februari ini, kita memperingati St. Blasius, seorang uskup yang menjadi martir karena kegigihannya dalam mempertahankan iman kepada Kristus. Tapi tahukah Anda, bahwa pada peringatan ini, ada sebuah tradisi unik yang sudah jarang dijumpai lagi di masa sekarang?

Tradisi itu adalah pemberkatan tenggorokan menggunakan dua buah lilin bersilang yang telah diberkati. Apakah itu? Mari kita simak!

Tradisi kuno pada abad ke-4 mengisahkan, dalam perjalanan St. Blasius untuk dimasukkan penjara pasca penangkapannya, ia berpapasan dengan seorang ibu yang anaknya sekarat karena tenggorokan nya tersangkut duri ikan. Ibu ini bersimpuh di kaki St. Blasius sambil memohon doanya agar anak si Ibu ini sembuh. St. Blasius kemudian berdoa dan memberkati anak tersebut. Ajaib! Duri ikan yang membuat anak ini tidak bisa bernapas langsung keluar sehingga nyawa si anak terselamatkan.

Berakar dari kisah ini, St. Blasius kemudian dikenal sebagai pelindung para penderita penyakit tenggorokan. Berbagai macam mukjizat kesembuhan pun terjadi berkat doa-doa St. Blasius. Seiring berkembangnya devosi umat, pada abad ke-16 muncullah praktik pemberian berkat St. Blasius ini.

Nah, bagaimana sih tatacara pemberkatan St. Blasius ini? Mari kita simak langkah-langkahnya.

1. Siapkan 2 buah lilin (usahakan cukup panjang), karena nantinya kedua lilin yang Anda bawa nanti akan disilangkan pada leher Anda.
2. Pergilah ke imam atau diakon terdekat dengan membawa kedua lilin ini. Ingat, berkat ini hanya diberikan pada hari peringatan St. Blasius saja. Biasanya berkat St. Blasius diberikan pada saat Misa yang dirayakan pada hari tersebut.
3. Mintalah dengan sopan kepada beliau untuk memberikan berkat St. Blasius, dengan terlebih dahulu memohon berkat untuk lilin-lilin yang Anda bawa.
4. Kemudian, imam atau diakon akan menyilangkan kedua lilin tersebut dan menyentuhkannya pada leher Anda (lilin tidak perlu dinyalakan), sambil mendoakan rumusan ini: "Semoga Allah membebaskan Saudara dari penyakit tenggorokan dan dari penyakit lainnya berkat doa St. Blasius, uskup dan martir, + Dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus."
5. Ucapkan terima kasih kepada beliau, ucapkanlah syukur kepada Tuhan dan St. Blasius karena telah memberkati dan mendoakan Anda, dan jangan lupa, doakanlah imam atau diakon yang telah memberkati Anda tadi.

NOTE:
Jika tidak ada imam terdekat, Anda juga bisa memohon berkat St. Blasius kepada pelayan awam. Pelayan awam tersebut akan menyilangkan lilin pada leher Anda dan mengucapkan rumusan berkat St. Blasius tanpa memberikan berkat Tanda Salib layaknya imam atau diakon.

Jika dalam Misa tidak sempat diberikan berkat St. Blasius satu persatu, maka imam, tanpa perlu memegang lilin yang bersilang, merentangkan tangannya kepada umat yang hadir sambil mengucapkan rumusan berkat St. Blasius.

Pedoman pemberian berkat St. Blasius bisa dilihat dalam dalam situs: https://www.catholicculture.org/culture/liturgicalyear/prayers/view.cfm?id=733

Zaman semakin modern, dan dunia medis semakin canggih. Banyak riset dan inovasi medis dilakukan demi peningkatan kesehatan umat manusia. Dalam situasi ini, kita cenderung memasrahkan segala-galanya ke dunia medis jika terserang penyakit, entah ke dokter atau bahkan ke rumah sakit. Memang hal ini tidak salah, namun jangan lupa untuk selalu mendekatkan diri kepada Sang Kerahiman Illahi seraya memohon doa-doa dari orang kudus, supaya melalui sakit-penyakit tersebut, iman kita semakin dikuatkan dan dengan demikian, kita mau mempersatukan seluruh penyakit kita dengan sengsara Kristus, demi keselamatan kita sendiri dan keselamatan Gereja.

+ Deduc me, Domine, in via Tua +