8.6.17

Mengenal Ritual Adat Tahunan Tanah Persekutuan Masyarakat Adat Siga Rembu Ratewati


Gambar insert: Tampak bagian dalam rumah adat (Sa'o Nggua) di Kampung adat Tugasoki Ratewati


Kalender Upacara Adat Tahunan Tanah Peresekutuan Masyarakat Adat "Siga Rembu Ratewati Tugasoki" Desa Ekoae Kecamatan Wewaria Kab.Ende NTT.

1. Upacara Nggua Mbera atau dikenal dengan sebuatan "ka are mbera" (Thanksgiving Ceremony) dilaksanakan pada bulan Agustus sebagai ritual tahunan (Annual ritual). 

Upacara ini disertai dengan Ghia Mbera dan juga Gawi (tandak) sebagai wujud kebersamaan bagi para tokoh adat ( mosa laki) dan juga di antara para penggarap (fai walu ana kalo) yang ada pada tanah persekutuan masyarakat adat Ratewati. 

Dalam acara ini pula ritual adat Ka Are Mbera yang dilaksanakan di pelataran Kuwu (Balai Pertemuan) hanya diikuti oleh laki - laki dewasa baik yang berasal dari 7 klan (Embu lima rua) tanah Siga Rembu atau para tamu undangan yang hadir.Adapun hal yang harus diperhatikan disaat makan bersama yakni tidak boleh batuk, atau bersin.

Pada ritual ini semua jenis pelanggaran baik yang dilakukan oleh mosa laki atau pun para penggarap yang telah ditetapkan sesuai besarnya denda adat harus dikumpulkan.Biasanya jenis pelanggaran yang dilakukan antara lain "Tama sala are" artinya para penggarap menemukan bulir padi (esa are) pada barang bawaan ketika masuk ke kampung adat karena bulir padi atau are ku,i hanya bisa dibawa pada saat upacara Nggua mbera selain masa itu tidak diperkenankan. maka orang yang bersangkutan harus melaporkan kepada pihak mosa laki eko. Apabila tidak jujur atau dengan sengaja maka akan mendapat kutukan dari arwah leluhur misalnya sakit atau bahkan nyawa menjadi taruhan. Oleh karenanya maka dikenakan denda adat berupa babi satu ekor (wawi sa eko). Sehingga semua hewan yang menjadi denda adat harus disembelih pada upacara Nggua Mbera berlangsung.

Ritual Nggua Mbera pada zaman dahulu dilaksanakan sesudah musim panen (padi ladang) namun pada perkembangannya bahwa para penggarap ada yang menggarap sawah sehingga acara ini pun dilaksanakan pada bulan Agustus atau paling lambat di bulan November.

2. Upacara Po,o (Makan Nasi Bambu atau Bamboo rice festival) atau dikenal dengan sebutan " Sewu petu pera bera" artinya keadaan lahan yang panas dan api yang masih bernyala harus dipadamkan seraya memohon diturunkannya hujan serta tanah yang kering dan tandus dibasahinya dengan air. upacara ini dilaksanakan sesudah upacara Nggua Mbera.

Ritual ini untuk menandai bahwa musim tanam telah tiba. Semua lahan yang sudah dibakar dan dibersihkan siap untuk ditanam baik padi maupun jagung atau pun jenis kacang -kacangan serta umbian yang menjadi bahan makanan.Selain itu pula, penggarap juga menanam tanaman umur panjang atau komoditi seperti jambu mete, kemiri, kopi atau kelapa sesuai dengan kondisi lahan yang cocok untuk membudidaya jenis tanaman tertentu.

Pada upacara ini sebagai momen bagi para penggarap untuk memohon berkat dari arwah leluhur melalui para mosa laki agar apa yang akan ditabur dan yang akan ditanam dapat bertumbuh dengan subur dan menghasilkan buah yang baik sehingga hasil panenan melimpah. Pada bagian akhir ritual biasanya salah satunperwakilan dari tokoh adat yakni Mosa Laki Weri melakukan "Solo Gana" atau membuang Bambu bekas yang digunakan untuk memasak nasi tadi dengan cara melemparkan ke 2 belahan bambu tersebut. Apa bila belahan bambu terbuka maka akan menunjukan bahwa keadaan hasil panen pada tahun ini mengalami paceklik atau hasil panenan tidak melimpah dan fai walu ana kalo dilanda musim kelaparan. Sebaliknya, apabila belahan bambunya tertutup maka pertanda hasil panenan tahun ini sangat melimpah dan fai walu ana kalo mengalami kesejahteraan.

3. Adapun upacara lain yaitu sewu api. Upacara ini dilaksanakan di tana ria (tanah suku) yang diselenggarakan oleh mosa laki ria dan juga oleh mosa laki lo,o pada wilayah kekuasaannya atau boge lo,o geto gene.Ritual ini merupakan ritual syukuran akan apa yang dikerjakan pada tanah ulayat tertentu (boge lo,o geto gene) dengan mempersembahkan sesajen sebagai wujud syukur baik kepada arwah leluhur dan juga wujud tertinggi yaitu Dua gheta lulu wula Nggae ghale wena tana (Tuhan yang bertakhta di langit tertinggi dan Allah yang berpijak pada bumi terdalam).

Pada ritual sewu api tidak semua penggarap di tanah persekutuan masyarakat adat Siga Rembu Ratewati turut ambil bagian melaikan hanyalah penggarap yang menggarap lahan di wilayah kekuasaan tana boge lo,o geto gene.Sehingga penggarap yang bersangkutan akan dikenai biaya atau lewajiban untuk membayar upeti berupa beras, arak (moke) dan juga uang untuk membeli babi (wawi wela) sebagai hewan kurban pada upacara terasebut. walaupun ritualnya diselenggarakan oleh mosa laki lo,o maka para mosa laki pu,u wajib diundang untuk menghadiri upacara terasebut atau disebut te topo artinya keutuhan tanah persekutuan yang dilambangkan dengan sebuah pedang atau parang yakni tidak terbagi - bagi yang dimeteraikan dengan hewan kurban yang telah disembelih.

Note:
Gambaran umum ritual adat ini belum lengkap. kali ini admin hanya mencantumkan upacara besar, masih ada rutual lainnya yang tidak tercantum pada halaman ini.Terima kasih.Semoga bermanfaat bagi ana mamo Siga Rembu Ratewati.

No comments: