BAGIAN 1
Tugas dan Fungsi Mosa Laki Pu'u Dalam Tradisi Masyarakat Adat Tanah Pesekutuan Siga Rembu Ratewati
Tanah persekutuan masyarakat adat Siga Rembu Ratewati yang terletak di Dusun Tugasoki Desa Ekoae kecamatan Wewaria Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki hierarki tokoh adat atau Mosa Laki. Dalam struktur Mosa Laki ada yang dinamakan Mosa Laki Pu'u dan juga Mosa Laki Lo'o atau disebut juga Mosa Laki Boge Lo'o Geto Gene. Setiap tubuh Mosa Laki memiliki peran dan tugasnya masing-masing, baik Mosa Laki Pu'u mau pun Mosa Laki Lo'o. Dalam menjalankan peran dan fungsinya para Mosa Laki saling melengkapi artinya tidak menunjukan kekuasaanya sendiri-sendiri. Segala keputusan dilandasi kebersamaan yakni melalui forum adat. Hal ini menunjukan bahwa warisan para leluhur mengandung nilai-nilai kearifan lokal yang senantiasa dijalankan dan diwariskan hingga saat ini. Maka dari itu sebagai generasi penerus masyarakat adat tanah persekutuan "Siga Rembu Ratewati" kita perlu mengetahui warisan tradisi lisan para generasi pendahulu melalui bahasa tulis. Pada bagian pertama ini, kita disajikan gambaran singkat tugas dan fungsi Mosa Laki Pu'u yang terdiri dari 3 tokoh utama yakni Mosa Laki Eko, Mosa Laki Weri serta Mosa Laki Ria Bewa.
Mosa Laki Eko: Bapak Antonius Kirye
Mosa Laki Weri: Bapak Petrus Lando Oro
Mosa Laki Ria Bewa: Bapak Dani Wedho
1. Mosa Laki Eko
Dalam tatanan sistem hierarki tokoh adat (Mosa Laki: Lo Mosa Tebo Laki) pada tradisi masyarakat adat tanah persekutuan Siga Rembu Ratewati, ada seorang tokoh adat yang disebut "Mosa Laki Eko". Peran dan fungsi "Mosa Laki Eko" dianalogikan dengan bagian tubuh hewan kurban yakni seekor babi di mana ungkapan dalam bahasa setempat "eko tau wejo" artinya kibasan ekor babi memberi tanda bahwa akan melaksanakan atau segera berangkat untuk menjalankan tugas Mosa Laki baik terkait pelaksanaan ritual adat maupun dalam pelaksanaan berbagai kegiatan adat lainnya. Ada pun tugas "Mosa Laki Eko";
a. Kebho Jawa
Ritual "Kebho Jawa" yakni sebuah upacara sebagai pertanda anggota keluarga boleh konsumsi jagung dari hasil panenan. Upacara "Kebho Jawa" juga sebagai ritual adat di mana penggarap sudah memanen hasil ladang berupa jagung. Uapacara ini sebagai upacara tahunan yang wajib dilaksanakan setiap tahun sesuai kalender adat pada masa berkebun dan bercocok tanam.
b. Pere Nggua no'o Nggua Mbera
Ritual "pere nggua" dilaksanakan sebelum upacara "Nggua Mbera". "Pere Nggua" merupakan upacara pembuka sebagai tahap awal bahwa para penggarap sudah diperbolehkan memasuki kampung adat dan memulai persiapan untuk melaksanakan upacara "Nggua Mbera", artinya padi sudah diperbolehkan dibawa ke kampung adat. Sebelum upacara ini dilaksanakan padi atau ditemukannya bulir padi di beras atau di saku celana atau perlengkapan yang di bawa maka dinyatakan "sage" atau dinyatakan melanggar adat maka harus dikenai sanksi adat berupa 1 ekor babi.
Setelah upacara "pere nggua" maka akan dilanjutkan dengan upacara "nggua mbera". Upacara ini merupakan upacara syukur panen tahunan dalam siklus bertani dan berladang pada tradisi masyarakat adat tanah persekutuan "Siga Rembu Ratewati". Ritual "Ka Mbera" sebagai tanda bahwa para penggarap telah memanen padi ladang dan diupacarakan untuk memberi sesajen kepada Tuhan Penguasa langit tertinggi (Du'a gheta lulu wula) dan Allah Penguasa bumi terdalam (Ngga'e ghale wena tana) atas hasil panenan serta mengucap syukur kepada arwah leluhur atas perlindungan kepada para penggarap dan atas segala hasil panenan. Upacara "Nggua mbera" ditandai dengan "Ka Mbera" atau makan bersama yang dilaksanakan di pelataran rumah adat yakni di tengah kampung di depan "Kuwu" atau balai pertemuan Para Mosa Laki "Sa'o ria tenda bewa" yang terdapat sebuah batu tugu yang dinamakan "tubu musu". Bahan sesajen yang dipersembahkan berupa "are mbera" (nasi), lauk dari udang dan belut "Uta Kura no'o keba" dan juga arak (moke). Pada saat "Lo are mbera" atau upacara mengantar nasi dan sayur adat ke tengah kampung untuk dipersembahkan semua keluarga yang berasal dari 7 klan "Embu lima rua" wajib melaksanakan ritual ini. Upacara "Ka mbera" wajib dipimpin oleh "Mosa Laki Eko".
c. Tau Po'o.
Ritual "Ka are po'o" yakni sebuah ritual awal tahun dalam kalender adat yakni sebagai pertanda bahwa masa menanam telah tiba. Semua ladang yang telah dibersihkan siap untuk ditanam padi dan jagung (are:padi jawa:jagung) sebagai tanaman utama dalam tradisi berkebun dan bercocok tanam. Upacara ini dilaksanakan di mana nasi dimasak dengan cara dimasukan dalam bambu lalu dibakar atau "po'o". Lauk atau sayur biasanya daging ayam kampung karena upeti dari para penggarap berupa 1 ekor ayam dan 1 botol arak (are wati, manu eko, moke boti). Dalam bahasa daerah setempat disebut juga "Sewu petu, pera bera, tedo tembu wesa wela" artinya panas dan bara api dipadamkan, dan didinginkan dengan air hujan. Tanaman yang ditanaman dan bibit yang dihamburkan dapat tumbuh subur serta menghasilkan panenan melimpah. Upacara ini dilaksanakan setelah upacara "Nggua mbera".
Itulah tugas "Mosa Laki Eko".Dari tugas "Mosa Laki Eko" di atas ada pun tugas lain yakni memimpin musyawarah adat baik terkait persoalan di tubuh para Mosa Laki maupun rapat tahunan para Mosa Laki. Maka dapat dipahami bahwa peran yang dijalankan oleh "Mosa Laki Eko" tidak bisa digantikan oleh "Mosa Laki" yang lain, artinya jika "Mosa Laki Eko" tidak hadir atau berhalangan maka semua upacara tersebut tidak bisa dilaksanakan.
2. Mosa Laki Weri
Mosa Laki Weri adalah seorang Mosa laki yang termasuk dalam mosa laki pu'u. Mosa Laki Weri memiliki tugas dan fungsinya sendiri. Laki weri sama juga dianalogikan dengan fungsi mulut dan rahang dari hewan kurban yakni seekor babi di mana mulut dan rahang berfungsi untuk mengunyah dan memakan makanan. Maka tugas "Mosa Laki Weri" adalah menyembelih hewan kurban baik di saat upacara Nggua Mbera atau di saat "Sewu Api" (upacara syukuran) di wilayah tanah persekutuan "tanah Ria". yakni tanah yang menjadi bagian Mosa Laki Pu'u. Selain itu "Mosa Laki Weri" bertugas memberikan sesajen kepada arwah para leluhur yang mendiami tanah persekutuan "Siga Rembu Ratewati" (pati ka dua bapu ata mata leka ulu no'o eko nua". Tugas lainnya adalah membagikan daging hewan kurban kepada para mosa laki lainnya. Tugas "Mosa Laki Weri" ini tidak bisa digantikan oleh Mosa Laki lainnya. Jika Laki Weri tidak hadir atau berhalangan maka hewan kurban tidak bisa disembelih.
3. Mosa Laki Ria Bewa
Mosa laki ria bewa merupakan bagian dari Mosa laki pu'u yang berperan sebagai penyeimbang dan menjadi penengah jika terjadi perselisihan atau silah pendapat di antara Mosa Laki Eko dan Mosa Laki Weri. Tugas Mosa Laki Ria Bewa adalah untuk menyeimbangkan semua peran dan tugas yang dijalankan oleh Mosa Laki Eko dan Mosa Laki Weri. Dalam sejarah hierarki Mosa Laki di tanah persekutuan Siga Rembu Ratewati bahwa Mosa Laki Ria Bewa dikukuhkan sejak jaman Raja Rasi dan juga Simon Seko bahwa dengan pertimbahan di tubuh Mosa Laki Pu'u harus dibutuhkan penyeimbang sehingga tidak ada yang mendominasi atau berat sebelah. Maka sejak saat itu dikukuhkanlah satu tokoh Mosa Laki yakni Mosa Laki Ria Bewa.
Demikian tugas dan fungsi Mosa Laki Pu'u dalam tradisi masyarakat adat Siga Rembu Ratewati. Semoga tulisan ini menjadi bahan sosialisasi agar para generasi Ratewati Tugasoki dapat mengetahui dan memahami tugas dan fungsi Mosa Laki Pu'u. Artikel ini belumlah sempurnah dan masih banyak kekurangan. Jika ada hal yang salah atau tidak sesuai dimohonkan untuk dilengkapinya melalui forum komentar.Terima kasih, salam literasi budaya.
Sumber:
Oleh Bapak Geradus Songgo
Tokoh Adat, Mosa Laki Je Wunu Lele Ngaki Biri Ture, tanah persekutuan Siga Rembu Ratewati. Materi ini disampaikan secara lisan dihadapan para Mosa Laki Pu'u, Ata du'a nua, Mosa Laki Aji Ji'e Ka,e Pawe, Bu Tenga Paso Dalo, Kepala Desa Ekoae (Bapak Yoseph Jedho) serta para penggarap dalam forum adat "Nggua Mbera" di Kampung adat Tugasoki pada 24 Oktober 2020.
Oleh: Siprianus Wara
No comments:
Post a Comment