26.12.19

Bagiku Hari Ini Merupakan Pesta St.Siprianus Bukan Stefanus

VOXRATEWATI.Com. By Wara Cypriano

Foto insert: Koleksi Pribadi

Hari ini tepatnya 26 Desember gereja  sejagat merayakan pesta St. Stefanus yang dikenal sebagai martir pertama dalam tradisi gereja Katolik. Momen bersejarah nan penuh makna ini pun lahirlah seorang bayi mungil di sebuah kampung kecil tepatnya di dusun Tugasoki Desa Ekoae Kecamatan Wewaria Kabupaten Ende. Peristiwa kelahiran pada 36 tahun yang silam tentu menghadirkan sukacita berlimpah bagi keluarganya.

Kelahiran bayi mungil yang lahir pada hari ini merupakan kabar gembira untuk mengenang kembali bagaimana peristiwa kehidupan yang dialaminya. Seraya menyatakan syukur dan pujian bagi Tuhan maka kelahiran dipandang sebagai anugerah terindah yang patut disyukuri dalam hidup ini. Karena kelahiran merupakan sebuah wujud dan buah dari cinta dan kasih sebagai awal dari kehidupan baru.

Peristiwa kelahiran bayi yang dialami oleh keluarga tentu saja memiliki  nama yang harus disematkan kepada seorang bayi. Pemberian nama bayi biasanya didasarkan pada  kalender liturgi sesuai amanat gereja agar anak tersebut menjiwai santo atau santa sebagai pelindungnya (patron saint). Namun berbeda dengan peristiwa hari ini. Walau tidak sesuai dengan nama santo dalam kalender liturgi gereja Katolik tetapi momen kelahiran tetap membawa kedamaian bagi keluarganya apalagi sedang diwarnai dengan suasana gemerlapnya natal Kristus Sang Emanuel yang lahir di tengah-tengah kita.

Nama bayi yang lahir hari ini adalah Siprianus bukan Stefanus. Sekali lagi, pemberian nama Siprianus sebetulnya tidaklah tepat karena tanggal 26 Desember dalam kalender liturgi, gereja Katolik merayakan pesta St. Stefanus. Sedangkan peringatan St. Siprianus dan St. Kornelius jatuh pada tanggal 16 September. Namun, apa boleh dikata nama itu telah dimeterai melalui sakramen permandian yang merupakan peristiwa inisiasi menjadi anggota gereja umat Allah yang kudus Katolik dn apostolik.

Kedua Orang tua memberikannya nama Siprianus tentu memiliki alasan. Sebenarnya, alasannya cukup sederhana, di mana nama Stefanus di kampung kecil itu cukup banyak, maka nama Stefanus diganti dengan Siprianus. Teringat pada suatu senja, tepatnya di hari natal ke dua pada 26 Desember beberapa tahun silam, di kala anak itu beranjak dewasa. Ia pun bertanya dalam bahasa daerah Ende Lio, 'Bapa, ta apa aku na naja Siprianus iwa si Stefanus'? artiya 'Bapak, mengapa nama saya Siprianus bukan Stefanus?..."Dema naja kau Stefanus berarti 'naja pai kau Fanu' tapi Naja kau nebu na Siprianu iwa si Stefanu' kalau namamu Stefanus berarti nama panggilnya Fanu, tapi sekarang namamu itu Siprianus jadi disapa Nus, Kata seorang Bapak yang merupakan ayah dari bayi itu dengan aksen bahasa Lio yang selalu menghilangkan huruf terakhir dari kata yang diucapkannya. 

Sambil tersenyum anak itu pun menjawab, "oh ya...Santo pelindung saya  adalah Siprianus bukan Stefanus". Maka hari ini merupakan hari kelahiranku, walau umat sejagat memperingati St. Stefanus namun aku tetap merayakan hari kelahiranku dengan pelindung St. Siprianus. "Aku harus memaknai hari ini sebagai momen bersejarah dalam iman akan rahmat kelahiran dan kehidupan yang telah aku terima" tandas anak itu. "Mulai hari ini juga, engkau perlu menyadari bahwa Peristiwa kematian St. Stefanus menjadi peristiwa kehidupan bagimu" tegas Bapak dari anak itu. Sekali lagi, selamat merayakan hari kelahiranmu SIPRIANUS, sehingga nama kamu bukan STEFANUS. 

Catatan lepas di hari kelahiranku, Siprianus Wara
#26Desember1983
#36
Selamat merayakan Pesta St. Stefanus Martir pertama, Damai Kristus menyertai kita sekalian. Hiduplah sebagai sahabat bagi semua orang!

19.12.19

Peringkat UN SMA Di NTT Tahun 2019

VOXRATEWATI.Com. By Wara Cypriano

Repost Data UN 2019

PERINGKAT UN SMA YANG MENYELENGGARAKAN UNBK BERDASARKAN NILAI RATA-RATA SEKOLAH:

1. SMA SEMINARI PIUS XII KISOL
2. SMA SEMINARI ST.YOH. BERKHMANS TODABELU
3. SMA DIAN HARAPAN KUPANG
4. SMAK ST.KLAUS WERANG
5. SMA SWASTA SEMINARI LALIAN
6. SMA SEMINARI MARIA BUNDA SEGALA BANGSA
7. SMA KRISTEN 2 KUPANG
8. SMA NUSA CENDANA INTERNATIONAL PLUS
9. SMAK SEMINARI SANTO YOHANES PAULUS II LABUAN BAJO
10. SMA ST.KLAUS KUWU
11. SMA SWASTA KATOLIK SYURADIKARA
12. SMA KRISTEN MERCUSUAR KUPANG
13. SMA SWASTA REGINA PACIS BAJAWA
14. SMA KATOLIK GIOVANNI KUPANG
15. SMAS SEMINARI SAN DOMINGGO
16. SMAN 2 POCO RANAKA
17. SMAK ST.FRANSISKUS XAVERIUS
18. SMA KRISTEN GENERASI UNGGUL
19. SMTK KASIH KARUNIA
20. SMA SWASTA DIAKUI SEMINARI ST. RAFAEL
21. SMA NEGERI 1 LANGKE REMBONG
22. SMAK SURIA ATAMBUA
23. SMA KATOLIK ST. TERESIA DANGA
24. SMA KRISTEN TUNAS BANGSA KUPANG
25. SMAK FIDES QUAERENS INTELLECTUM
26. SMAK FRATER MAUMERE
27. SMA KATOLIK FRATERAN NDAO
28. SMA KRISTEN PANDHEGA JAYA
29. SMA NEGERI 3 KUPANG
30. SMA NEGERI 1 ATAMBUA
31. SMA NEGERI 1 MAUMERE
32. SMAK FRATERAN PODOR
33. SMA PGRI GELEKAT LEWO - BORU
34. SMA NEGERI 1 LARANTUKA
35. SMA NEGERI 1 WAINGAPU
36. SMAK ST. IGNATIUS LOYOLA
37. MA AL' BARA'AH CROWERIAN
38. SMA KATOLIK ANDALURI
39. SMA KRISTEN CITRA BANGSA
40. SMAN 1 NUBATUKAN
41. SMA SETIA BAKTI
42. SMA NEGERI 1 ENDE
43. SMA NEGERI 1 KEFAMENANU
44. SMA SEMINARI SINAR BUANA
45. SMA NEGERI 2 KOMODO
46. SMA SWASTA KATOLIK DIAKUI BHAKTYARSA
47. SMA NEGERI 1 BAJAWA
48. SMA NEGERI 1 KUWUS
49. SMA NEGERI 1 AESESA
50. SMA SWASTA FRATER DON BOSCO LEWOLEBA

18.12.19

Pengulangan Merupakan Pola Belajar Paling Dahsyat

VOXRATEWATI.Com. By Wara Cypriano

Foto ilustrasi: koleksi pribadi

Belajar merupakan suatu usaha yang dimanipulasi agar mencapai suatu target tertentu. Ada sebuah adagium tua dalam bahasa Latin yang berbunyi " Repetitio est mater studiorum" dapat diterjemahkan secara harafiah yakni 'pengulangan merupakan ibu yang baik dalam belajar'. Ini merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri oleh setiap orang yang pernah dan sedang menjalani suatu proses yakni apa yang kita sebut belajar. Pengulangan merupakan suatu kekuatan yang dasyat dalam belajar (the power of repetition).

Pola pengulangan dalam belajar juga merupakan suatu cara sederhana yang dapat dilakukan baik secara perorangan (individual) atau pun  kegiatan belajar secara berkelompok (learning community). Ada banyak cara orang dapat belajar dengan pendekatan pola pengulangan. Hal demikian banyak dan bahkan selalu dilakukan oleh para siswa/i, baik pada jenjang pendidikan dasar, menengah bahkan di level pendidikan tinggi. 

Kegiatan pengulangan dalam belajar saat ini merupakan pola belajar paling banyak digandrungi terutama di jenjang pendidikan menengah seperti SMP, SMA/SMAK. Alasannya sebagai masa persiapan baik pada Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) atau Ujian Nasional (UN). Ini bisa menjadi suatu kebiasaan dan terbukti sebagai cara efektif agar pengusaan materi pembelajaran terus diasah agar para siswa/i bisa menyelesaikan soal-soal pada saat ujian.

Pola pengulangan dalam belajar berkorelasi positif terhadap prestasi  belajar siswa. Hal ini telah diakui oleh para guru di berbagai jenjang pendidikan. Mengapa demikian? Ya, karena pola pengulangan dalam belajar terus digalakan dan dilakukan hingga saat ini. 

Ada beberapa bentuk pengulangan dalam belajar;
a. Kegiatan belajar tambahan pada sore hari. Kegiatan mereview materi belajar biasanya dilakukan pada sore atau malam hari, selain jam reguler pada pagi hari. Kegiatan ini lebih menekankan pada kisi-kisi bahan ujian (blue print) baik USBN atau UN pada tahun berjalan atau membedah materi ujian empat atau lima tahun terakhir yang pada prinsipnya tetap menganut pola pengulangan.

b. Pelaksanaan kegiatan evaluasi atau try out (TO) secara maraton. Kegiatan TO pada prinsipnya merupakan kegiatan mengevaluasi materi pembelajaran baik dari kelas sebelumnya atau juga materi-materi ujian hasil analisis dari bapak ibu guru mata pelajaran yang merujuk pada Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) yang dapat dijadikan sebagai acuan atau pedoman untuk mempersiapan para siswa/i dalam mengahadapi USBN atau UN pada tahun pelajaran tersebut. 

c. Adanya pola pengelompokan sesuai prestasi belajar siswa.Pengelompokan peserta didik sesuai dengan tingkat kemampuan penguasaan materi merupakan salah satu bentuk pola pengulangan belajar, di mana para siswa/i yang sebelumnya berasal dari kelas besar, dan menjalani jam belajar tambahan yang mencapai hasil belajarnya masih rendah maka dikelompokanlah sesuai kemampuannya. Kelompok belajar dalam grup yang lebih kecil ini sebetulnya memiliki tujuan yang sama agar siswa/i lebih fokus pada materi yang belum dipahami secara baik. Ini juga merupakan satu pola pengulangan dalam belajar.

***

Dari pola pengulangan belajar di atas menunjukan bahwa adanya perubahan paradigma berpikir di mana pengulangan merupakan pola belajar yang hanya dilakukan siswa untuk menghafal (memorize) materi pembelajaran. Para siswa tidak diarahkan untuk berpikir kritis dan analitis. Maka pola pengulangan yang tengah dijalani dan bisa dikatakan diwariskan secara turun temurun bisa saja ditinjau kembali. Hal ini bisa saja bertentangan dengan gagasan brilian Mendikbud Nadim Anwar Makarim yang menerapkan empat program pokok kebijakan pendidikan "Merdeka Belajar" meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), di mana ujian 2021 menjadi assessmen Kompetensi Minimum dan survei Karakter yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi) dan pengguatan pendidikan karakter. Pendasarannya bahwa pola pengulangan lebih berorientasi kemampuan siswa untuk menghafal bukan bernalar maka penggluasaan terhadap konsep dan pemecahan masalah menajdi rendah. (Sumber, 408/sipres/A5.3/XII/2019.

oleh Siprianus Wara



8.12.19

Prinsip Pembelajaran Abad 21

VOXRATEWATI.Com. By Wara Cypriano
Repost dari LP3SI
#BerbagiInformasi @DearDosenIndonesia

4 Prinsip Pokok Pembelajaran Abad ke-21

Empat prinsip pokok pembelajaran abad ke 21 yang digagas Jennifer Nichols tersebut dapat dijelaskan dan dikembangkan seperti berikut ini:

1.  Instruction should be student-centered

Pengembangan pembelajaran seyogyanya menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Peserta didik ditempatkan sebagai subyek pembelajaran yang secara aktif mengembangkan minat dan potensi yang dimilikinya.

Peserta didik tidak lagi dituntut untuk mendengarkan dan menghafal materi pelajaran yang diberikan dosen, tetapi berupaya mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, sesuai dengan kapasitas dan tingkat perkembangan berfikirnya, sambil diajak berkontribusi untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang terjadi di masyarakat.

Pembelajaran berpusat pada peserta didik bukan berarti dosen menyerahkan kontrol belajar kepada peserta didik sepenuhnya. Intervensi dosen masih tetap diperlukan. Dosen berperan sebagai fasilitator yang berupaya membantu mengaitkan pengetahuan awal (prior knowledge) yang telah dimiliki peserta didik dengan informasi baru yang akan dipelajarinya.

Memberi kesempatan peserta didik untuk belajar sesuai dengan cara dan gaya belajarnya masing-masing dan mendorong peserta didik untuk bertanggung jawab atas proses belajar yang dilakukannya.  Selain itu, dosen juga berperan sebagai pembimbing, yang berupaya membantu peserta didik ketika menemukan kesulitan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya.

2. Education should be collaborative

Siswa harus dibelajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain. Berkolaborasi dengan orang-orang yang berbeda dalam latar budaya dan nilai-nilai yang dianutnya. Dalam menggali informasi dan membangun makna, peserta didik perlu didorong untuk bisa berkolaborasi dengan teman-teman di kelasnya. Dalam mengerjakan suatu proyek, peserta didik perlu dibelajarkan bagaimana menghargai kekuatan dan talenta setiap orang serta bagaimana mengambil peran dan menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka.

Begitu juga, kampus (termasuk di dalamnya dosen) seyogyanya dapat bekerja sama dengan lembaga, institusi, perusahaan, industri lainnya di berbagai belahan dunia untuk saling berbagi informasi dan penglaman tentang praktik dan metode pembelajaran yang telah dikembangkannya. Kemudian, mereka bersedia melakukan perubahan metode pembelajarannya agar menjadi lebih baik.

3. Learning should have context

Pembelajaran tidak akan banyak berarti jika tidak memberi dampak terhadap kehidupan didik di luar kampus. Oleh karena itu, materi pelajaran perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari didik. Dosen mengembangkan metode pembelajaran yang memungkinkan peserta didik terhubung dengan dunia nyata (real word).

Dosen membantu peserta didik agar dapat menemukan nilai, makna dan keyakinan atas apa yang sedang dipelajarinya serta dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya. Dosen melakukan penilaian kinerja peserta didik yang dikaitkan dengan dunia nyata.

4. Schools should be integrated with society

Dalam upaya mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang bertanggung jawab, perguruan tinggi-kampus seyogyanya dapat memfasilitasi peserta didik untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya. Misalnya, mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat, dimana peserta didik dapat belajar mengambil peran dan melakukan aktivitas tertentu dalam lingkungan sosial.

Peserta didik  dapat dilibatkan dalam berbagai pengembangan program yang ada di masyarakat, seperti: program kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, dan sebagainya. Selain itu, peserta didik perlu diajak pula mengunjungi panti-panti asuhan untuk melatih kepekaan empati dan kepedulian sosialnya.

Dengan kekuatan teknologi dan internet, peserta didik saat ini bisa berbuat lebih banyak lagi. Ruang gerak sosial peserta didik tidak lagi hanya di sekitar kampus atau tempat tinggalnya, tapi dapat menjangkau lapisan masyarakat yang ada di berbagai belahan dunia. Pendidikan perlu membantu peserta didik menjadi warga digital yang bertanggung jawab.

Sumber:

Dikembangkan dari: Jennifer Nichols (2013). 4  Essential of 21st Century Learning

Refleksi:

Untuk menterjemahkan prinsip-prinsip pembelajaran di atas ke dalam praktik tentu bukan hal yang mudah. Tetapi itulah tantangan nyata dunia pendidikan kita saat ini, yang suka atau tidak suka kita harus sanggup menghadapinya.

9.11.19

Consultative Council of Private Education of East Nusa Tengggara Province Held A Festival for SMA/SMK Level on 7-9 November 2019

VOXRATEWATI.Com. By Wara Cypriano

Photo Insert: The Winners of Competition

The Consultative Council of Private Education of East Nusa Tenggara Province held various competitions such as; English Grammar Quiz Competition, Singing contest, Traditional dance, and the Speech competition for SMA/SMK level of East Nusa Tenggara Province.

The main theme of event is "Private Education In East Nusa Tenggara Supports the Tourism Development as the Prime Mover in Tourism Developing Sector". This event is the way on how the students aware of tourism potency as a Breakthrough in developing tourism destination places in NTT.

The head of steering committee, Fr. Kornelis Usboko stated "This is the second years event" Each year there were more enthusiastic of private school to take place in this event".

This is the annual event which be held as the responsibility of private education to support the program of Governor in tourism sector. The Chairman of the Consultative Council of Private Education, Winston Neil Rondo said " Learning is not just of you have done all the subjects in a period of time but on how to apply whether you have learnt on the real context of its learning".

 Therefore, the students are the agent of change have a big portion to promote the tourism spots and  also be the mover of its tourism sector.

The event took place on three days such from 7 to 9 November 2019 at Komodo Ball Room of DPD office. The participants come from 30 Senior High Schools from Timor, and Flores islands.

Furthermore, the Senator of DPD of NTT Miss Maria Hanafe stated that education is an institution have a main role especially the private education in NTT. "Let's be a part of brilliant issue on tourism development to get the better life" she said. This program related to  master plan of Minister of Tourism and Creative Economy of Indonesia that East Nusa Tenggara is as 1 of "New Indonesia Tourism Territory".

The event began with an Education Seminar for students, teachers, and also education supervisors. The result of competition showed that the contestant from SMAK Regina Pacis Bajawa as the first winner on singing contest was Agnes Patricia Lay Padang and also Prudensia Fiolenta Koli got the third place on speech contest. In the other hand, English Grammar Quiz Competition eliminated on quarter final.

By Siprianus Wara 

Photo Insert by Rocky/RNT; Recis Bajawa Squad on Festival SMA/SMK 2019





   




12.8.19

VOXRATEWATI.Com. By Wara Cypriano

#RepostDariSahabatKatolik

INSPIRASI HARI INI (Nasehat Rohani dari Mother Teresa)

• Beberapa sahabat dalam hidupmu, hadir sebagai berkat dan sebagian lagi berperan memberi sebuah pelajaran dan pengalaman berharga dalam hidupmu

• JIka anda ingin mengobah dunia, mulailah dari rumah dan keluarga anda

• Tuhan tidak meminta untuk menjadi orang hebat, sukses. Ia meminta kita untuk selalu mencoba dan beriman

• Jika anda asyik menghakimi sesama berarti anda tidak akan punya kesempatan untuk mengasihinya dan anda akan menyia-nyiakan waktu yang sangat berharga itu.

• Lakukanlah sesuatu (kasih) kepada orang lain bukan melihat siapa mereka (kaya, berpangkat) yang kelak bisa membalasnya kepadamu tetapi terutama karena kamu yang ingin tulus ikhlas melakukannya

• Kemarin telah berlalu (memori), Besok belum kenyataan (impian). Kita harus memiliki hari ini. Isilah dengan kasih.

• Setiap kali kita senyum kepada sesama, itu adalah aksi kasih dan persembahan berharga. Itu adalah amal yang sangat indah.

• Sebarkanlah kasih kemanapun anda pergi.

• Jika kita tidak mampu memberi makan ribuan orang (kasih) pergilah dan berilah satu orang saja.

• Warnailah hidupmu dengan doa, senyum dan bersyukur senantiasa.

• Tidak semua kita mampu melakukan hal besar tetapi kita semua mampu melakukan hal kecil dengan cinta yang besar.


7.7.19

Sepuluh Nasehat untuk Pasangan

VOXRATEWATI.Com. By Wara Cypriano

Repost dari akun Motivasi Katholik

10 Nasihat dari Paus Fransiskus untuk Semua Pasangan di Dunia ini :

Menjalani hubungan yang serius seringkali tidak semudah kelihatannya. 10 nasihat dari Paus Fransiskus untuk semua pasangan di dunia ini:

1. Sediakan waktu, bahkan jika kamu sangat sibuk
Cinta membutuhkan waktu dan tempat, semua di luar itu bisa dinomorduakan. Waktu dibutuhkan untuk berbicara tentang berbagai macam hal, menikmati waktu bersama, merencanakan hidup, mendengarkan satu sama lain, dan memandang pasangan Anda di mata mereka. Kadang kala masalah pasangan tidak besar, mereka hanya tidak pernah menikmati waktu bersama.

2. Dengarkan
Terkadang orang hanya ingin didengarkan. Pasangan Anda mungkin tak butuh solusi, mereka hanya ingin berbagi kesedihan, keputusasaan, ketakutan, kemarahan, dan betapa rapuhnya kondisi mereka saat itu.

3. Terima kekurangan
Kita harus mengerti bahwa setiap orang memiliki kebaikan dan keburukan masing-masing. Cinta tak harus sempurna namun kita harus menerima setiap kekurangan pasangan dan menghargai bahwa setiap manusia pasti tidak punya kesalahan.

4. Jangan tidur dengan kamarahan
Jangan pernah mengakhiri harimu dengan kemarahan. Selalu liputi keluargamu dengan kedamaian. Caranya bagaimana? Sangat mudah. Anda bisa memulainya dengan sebuah pelukan. Kadang kita tak butuh berkata-kata, sebuah pelukan saja bisa menyelesaikan pertengkaran.

5. Sebutkan tiga kata ajaib
Selalu ucapkan ‘Tolong’, ‘Terima Kasih’, dan ‘Maaf’. Tiga kata ini mungkin terdengar sangat biasa namun memiliki efek luar biasa saat diucapkan untuk pasangan.

6. Kepercayaan adalah kunci
Kita tidak perlu selalu curiga pasangan telah berbohong atau selingkuh. Cinta bukan soal mengontrol pasangan dan mencurigai setiap gerak-geriknya. Justru cinta baru bisa bertumbuh ketika kita memberikan rasa percaya dan membebaskan pasangan kita. Dengan rasa percaya itulah hubungan bisa bertumbuh.

7. Cinta butuh perjuangan
Jangan pernah mengharapkan kisah cinta yang sempurna. Cinta butuh perjuangan dan pengorbanan. Seperti pepatah yang berkata ‘fine wine matures with age’, makin banyak kamu berjuan dan berkorban untuk hubunganmu, maka hubungan itu akan makin dewasa dan baik seiring waktu.

8. Berbeda pendapat boleh, menyakiti jangan
Setiap pasangan pasti pernah berbeda pendapat, kuncinya adalah kalian tak boleh meyakiti dan marah. Kebanyakan pasangan berbeda pendapat soal hal yang kecil, jadi jangan sampai hal kecil itu membuat Anda dan pasangan saling merasa tak enak atau marah.

9. Baca buku dan tambah pengetahuan, jadilah menarik
Dalam berbicara dengan pasangan, jangan sampai kita menjadi bosan. Cobalah untuk selalu belajar dan menambah pengetahuan. Jadi dalam berbincang dengan pasangan kalian akan selalu saling belajar dan menambah pengetahuan.

10. Puaskan pasangan
Bagi pasangan yang sudah menikah, Allah memang menciptakan seks. Berhubungan seks dengan pasangan harus memuaskan bagi kedua belah pihak. Jangan sampai kita mencari kepuasan diri sendiri dan mengobjekkan pasangan. Seks akan menjadi pengalaman terindah ketika kedua belah pihak saling menikmatinya.

5.7.19

"Uta Buju" Olahan Tradisional Flores Selera Kaum Millenial

VOXRATEWATI.Com. By Wara Cypriano

                          "Uta Buju" Olahan Tradisional dari Flores Selera Kaum Millenial


Foto insert: Proses pengolahan "Uta Buju" 



Keanekaragaman masyarakat Nusantara tidak hanya suku, ras, bahasa, agama, kesenian serta adat istiadat dan budaya namun juga memiliki keunikan dalam olahan makanan. Olahan makanan antara daerah yang satu dengan yang lainnya tentu memiliki kekhasannya masing-masing.Keanekaragaman ini menambah cita rasa persaudaraan bahwa masyarakat Nusantara walau pun berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Keberagaman yang dimiliki ini, tentu dapat mempengaruhi relasi antar warga masyarakat. Ada keingintahuan masyarakat dari daerah lain untuk mencoba, mengalami dan mengenal lebih jauh tradisi dan warisan budaya lokal pada suatu daerah. Ada pepatah yang berbunyi " When in Rome do as the Roman's do" atau di mana bumi dipijak di situ langit di junjung". Maka tidaklah salah jika kita berkunjung ke suatu daerah sangatlah perlu bila kita turut mendukung keberlangsungan akan pelestarian warisan budaya setempat. Hal ini dapat kita lakukan bagaimana kita kali ini sedikit mengenal olahan sayur tradisional ala masyarakat adat Soa di wilayah kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dalam bahasa setempat dinamakan "Uta Buju atau uts roto". 

-------------------------------------------------------------------
  Mengenal " Uta Buju atau uta roto"

Secara etimologis frase "Uta Buju" berasal dari bahasa setempat ( bahasa Soa) yakni dari kata " uta" (sayur) dan "buju" (sejenis pisang hutan) maka, secara harafiah "uta buju" merupakan sayur yang diolah secara tradisional yang terdiri dari beberapa macam bahan yang dicampur secara bersama-bersama, seperti daging celeng ( babi) atau daging sapi serta pisang (muku) atau "buju". Olahan sayur ini hanya dilakukan pada momen ritual adat misalnya ritual "woe sada" atau sunat adat, "Kiki ngi'i" atau Bu'e Muzi" atau upacara pendewasaan bagi anak gadis, "Sapu" atau upacara pendewasaan dalam adat bagi pria dewasa atau juga upacara lamaran atau peminangan dalam hidup berkeluarga. Tradisi olahan "uta buju" selain memiliki makna historis sebagai warisan para leluhur yang telah diwariskan secara turun temurun (local wisdom) juga mengandung makna sosial yakni terkandung nilai kebersamaan, gotong royong yang ditandai dalam pengumpulan dan pengolahan bahan sayuran secara bersama-sama. Sehingga nilai kebersamaan sungguh terasa yang tetap dilestarikan hingga saat ini.

Menariknya "uta buju" diolah secara tradisional memiliki cita rasa yang khas dan siapa pun yang mencicipinya dapat memberikan kenangan tersendiri sehingga selalu ingin untuk mencicipinya lagi. Mengapa dikatakan memiliki cita rasa tersendiri? Bahwa nyatanya, sayur olahan tradisional ini dengan bumbu ala kadarnya sangat disenangi oleh kaum millenial Soa-Ngada. Hal ini ditunjukan bahwa walau pun mereka bersekolah atau sedang berada di perantauan namun mereka senantiasa merindukan untuk mengkonsumsi olahan tradisional ini. Olahan  sayur seperti ini ternyata menambah selera makan bagi orang yang mengkonsumsinya di mana lemak daging telah menyatu dengan sayuran yang dimasak secara bersama-sama dengan tidak menghilangkan cita rasa khas sebagai sayur adat yang diolah secara sederhana dan higienis serta bernutrisi tinggi sebagai sumber energi bagi tubuh.

-------------------------------------------------------------------
Komposisi "Uta Buju"

Komposisi (ingredients) "uta buju" terdiri dari   potongan daging babi atau sapi yang dicampur dengan irisan pisang muda atau sayur nangka (seperti bahan olahan sayur lode bagi orang Jawa) bisa juga dicampur dengan "buju" yaitu sejenis pisang hutan yang diambil bagian dalam batangnnya ( bagian yang muda) lalu ditaburi dengan kelapa parut yang digoreng setengah matang, dicampuri darah segar ( darah sapi atau babi). Dan untuk menambah cita rasa ditambahkan dengan bumbu dapur berupa bawang merah, bawang putih, sere, dan juga cabai merah serta tentunya garam dapur. Biasanya kelapa parut dicampur secukupnya setelah sayur dan daging yang sudah direbus menjdi matang agar aroma kelapa gorengnya tetap berasa.

Itulah cita rasa olahan sayur tradisional "uta buju" tradisi masyarakat adat Soa, kecamatan Soa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur sebagai referensi kuliner bagi para pencinta wisata kuliner Nusantara, Semoga bermanfaat.

Oleh Siprianus Wara


15.6.19

An Analysis of Grammatical Errors in English Writing on Undergraduate Students of English Education Department of Ganesha University

VOXRATEWATI.Com. By Wara Cypriano


AN ANALYSIS OF GRAMMATICAL ERRORS IN ENGLISH WRITINGS ON UNDERGRADUATE STUDENTS OF ENGLISH EDUCATION DEPARTMENT OF GANESHA UNIVERSITY

Siprianus Wara
English Education Department, Faculty of Languages and Art
Post Graduate Program
Ganesha University of Education Singaraja


ABSTRAK

Paparan dalam artikel ini memfokuskan pada  analisis sejumlah  kesalahan yang ditemukan dalam karangan berbahasa Inggris oleh mahasiswa jurusan pendidikan bahasa Inggris semester dua dan tiga jenjang pendidikan S-1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Kegiatan analisis yang dilakukan mengacu pada keseringan kesalahan yang ditemukan dalam tulisan berbahasa Inggris yang ditulis oleh mahasiswa. Sasaran analisis kesalahan yang dilakukan penulis yakni mengidentifikasi tulisan berbentuk genre berupa recount text, narrative text dan free writing. Oleh karena itu penulis mengakat judul dari  article ini “ Analisis kesalahan tata bahasa  dalam tulisan bahasa inggris  mahasiswa  pendidikan bahasa inggris jenjang S-1 Universitas Ganesha Singaraja”.Berdasarkan pada objek penelitian di atas maka ditemukan beberapa jenis kesalahan yang sering muncul pada setiap genre yang dikategorikan dalam enam(6) bentuk kesalahan yang memilki frequensi tertinggi yang diperoleh dalam setiap tulisan. Pada hasil analisis yang dilakukan dalam paparan artikel ini yakni tensis dan penggunaan kata kerja, kata ganti, kata benda tunggal dan jamak, bentuk kata dari part of speech lainnya yang salah, kesalahan penulisan dan jenis kesalahan lainnya. Jenis kesalahan yang paling banyak dilakukan dari hasil analisis ini yakni kesalahan tenses dan penggunaan kata kerja sebagai rangking kesalahan tertinggi.


Kata-kata kunci: Analisis, frekuensi kesalahan gramatikal, karangan bahasa inggris


INTRODUCTION

This research is an investigate a large number of errors found in the English writing on undergraduate students of Ganesha university, especially provided an analysis on frequent errors, to find useful pedagogical implications for English Grammar in writing. The main objective of the current study is to identify the English writing errors made in different text genres such as recount, descriptive, and free writing by EFL students in Ganesha University of Singaraja.
There are some skills in English learning, one of them is writing. Writing is most complex and complicated among the skills every second language learner is expected to be mastery in writing skill. One can refer to cognitive abilities required in skill as one of the challenging requirements of writing. The writers overcome the steps in writing, namely prewriting, writing and editing, in order to come up with final product. The skill of writing is required in a lot of situations including conveying and maintaining knowledge as said by Trembley (1993) reports writing is a hard skill. As Hyland (2003) believes error commitment is somehow inevitable in writing by EFL students because of the complexity of writing skills and because of the simultaneous processes of learning English and learning the writing skill that challenge the learners to a great extent. Research (Hyland, 2003; Ferris, 2002) indicates that EFL writing generally suffers from more errors, is less fluent and cohesive, and is shorter compared to other skills.

The main objective of the current study is to identify the English writing errors made in different text genres such as recount, descriptive, and free writing made by EFL students in Ganesha University of Singaraja. Based on the above objective the study is going to check whether each genre has particular types of errors. According to the problems mentioned and purposes of the study the following questions were formulated to be sought in the current study:

1.  What kinds of error are conducted by EED of undergraduate students of Ganesha university of Singaraja?
2. What are the source of error is conducted by EED of undergraduate students of Ganesha university of Singaraja?
3. How the undergraduate students on EED of Ganesha university to enhance their writing accuracy, in respect to error categories of recount, descriptive and free writing of  genres?

THEORETICAL CONSIDERATION

The number of studies conducted to investigate writing errors has been increased recently as writing is considered an important academic skill in academic circumstances and outside as well. It is clear that “writing structures our relations with others and organizes our perception of the world” (Bazerman & Paradis, 1991, p. 3; as cited in Khuwaileh & Al-Shoumali, 2000). Therefore, a brief background of the theories that form a platform for the study of writing errors from an Error Aanalysis perspective seems contributive.

Richards and Schmidt (2002) stated that the terms mistake and errors are used interchangeably in non-technical situations. Mistakes are made due to such reasons as ignorance, lack of attention. Therefore is once attention is called mistake, mistake can be corrected without any external assistance by the person. On the other hand, errors are rule based; that is, inadequate mastery of some target language rules leads to the production of linguistic items both written and oral those are not acceptable and familiar to native or fluent speakers. Two other important definitions are worth stating here. Norrish (1987, p. 7) defines errors as “a systematic deviation, when learner has not learnt something and consistently gets its wrong”. Brown (2000, p. 220) in his analysis of Corder’s model (1971), states that “any sentence uttered by the learner and subsequently transcribed can be analyzed for idiosyncrasies”. He makes a distinction between overt and covert errors. “Overtly erroneous utterances are unquestionably ungrammatical at the sentence level. Covertly erroneous utterances are grammatically well-formed at the sentence level but are not interpretable within the context of communication (Brown, 2000, p. 220)”. Thus, to analyze students' errors, it is necessary to determine the sources of errors. Regarding the aforementioned sources of errors, it could be understood that the two main sources are intralingual and interlingual errors. Research shows that students’ incomplete or wrong learning of the second language elements leads to error commitments termed intralingual errors (Fang & Xue-mei, 2007). As reported by Erdogan (2005) the outcome of forming concepts and formulating hypothesis by learners who have obtained marginal knowledge of the second language is the occurrence of intralingual errors. For instance, EFL writers fail to complete a written task as required because of inadequate competence of the target language lexical and syntactic elements, and the inadequacy occasionally leads to some degrees of confusion regarding the new language that is supposed to be mastered. The speech of second language learners also suffers from common intralingual errors, though the errors can be analyzed by instructors in order to identify the strategies employed by the learner. 

Errors that stem from first language interference are called interlingual or transfer errors. In case transfer impedes the progress of learning the new language, it is called negative transfer; however, if the transfer facilitates the progress is considered as positive transfer. Selinker (1972) first used the term interlingual. Selinker (1972) the term interlingual meant the systematic knowledge acquired by the learner regarding the target language; the systematic knowledge, however, was not similar to neither to learners’ mother language nor to the target language. Transfer is defined as “a generalization of learned responses from one type of situation to another (Webster's third new world international dictionary, 1986)”

METHOD

This study applied a qualitative method. The data is taken from the main participants of this study were total of 10 undergraduate students in English program of Ganesha university. The participants’ are taken randomly from one and second year students on semester 1 to 3 and also about male or female students. The researcher took the data on the students writing assignment. The students do not have supervisor in writing process and also do not have an editor. The result of writing is pure of the students work themselves. The passage is consists of 100 to 150 words genre such as recount, descriptive and the text of free writing.

To demonstrate the students’ ability to construct a string of well – connected sentences that is grammatically and logically correct; with the congruence to Halliday and Hassan (1976, as cited by Darus & Ching, 2009) in  Ronald Candy S. Lasaten  (2014) Analysis of errors in the English writings of teacher education students”. The linguistic errors found in their writings were analyzed and categorized according to the Taxonomy of Errors patterned after the model of Darus and Ching (2009), which categorizes errors as to: a) grammatical (prepositions, articles, reported speech, singular/plural, adjectives, relative clauses, infinitives, verbs and tenses, and possessive case); b) syntactic (coordination and conjunctions, sentence structure, nouns and pronouns, and word order); c) lexical (word choice); d) semantic (literal translation); and e) substance/mechanics (punctuation, capitalization and spelling). Describing the prevailing linguistic errors was further made. The data was also carried out to selected students for the perceptive understanding about the errors they committed, particularly for possible causes of these errors. Statistical tools such as frequency count (f), percentage (%) and rank (r) were used to treat the data gathered in the study.

FINDINGS AND DISCUSSION

In findings show that the top six error types are in tense and verb form, spelling, use of pronoun, singular/plural form of nouns, parts of speech and other type of error. Those are the errors are conducted by the students in their writing. In the grammatical errors, there are so many aspects but the researcher find out some errors as frequent in students writing result as data to discuss in this research.
Table 1. The number of  students writing samples from different genres
Genres and numbers of students
Total
Recount
Descriptive
Free writing
4
3
3
10

Materials and Instruments

The purpose of obtaining data and identify the most common grammatical errors which may occur in students’ writing, the researcher conducted this study by using the following instruments for data collection: (1) Collecting the students writing which are taken randomly such as  male, female from first  until second  year students. The results obtained 10 participants whose overall language proficiency was at intermediate level. ( 2) Writing Samples: The corpus on which this study was mainly based included recount text, descriptive and free writing text.

 Data Collection Procedure
At data collection, there were three different writing genres namely recount, descriptive, and free writing. Their compositions are about three paragraphs, and to write on their own without consulting their friends, teachers, or the researcher. Moreover, they were not told about the area of their writing which would be studied; had they been told, they might have underused or overused such words. They had enough expertise in dealing with writing skill.

      Table2. Types of grammatical errors
   no

Errors in

Recount

Descriptive

Free writing

Total

Percentage
1.       
Tense and verb form
6
9
9
24
26.97
2.       
Pronoun
6
5
4
15
16.85
3.       
Singular/plural form of nouns
5
4
4
13
14.60
4.       
Part of speech
4
3
5
12
13.48
5.       
Spelling
4
4
3
11
12.36
6.       
Other error types
4
3
4
11
12.36
Total
29
29
31
89
100

According to the data above and  average number of error there are  6 kinds  frequent of errors are conducted by the students in their writing. The error spread out in recount, descriptive and free writing. There shows some numbers of error which divided into types of grammatical error.

  Types of errors in students writing

  Errors in Tense and Verb Form
The error in tense and verb form ranks the first among all the error which totals at 24 and accounts for approximately 21,36 % of all error types. The tense errors refer to using a wrong tense that does not correspond to the language context. Errors in verb form means that writers may know what tense should be used in the context, but write down the wrong verb form, as a result of not knowing the  correct form or forgetting to change the verb to the needed form or changing into a wrong form. Some of the examples from the data are as follows.
a.       This very important when you find good relationship in the class  (This is)
b.      Sometime drama bring news and social for society (drama brings)
c.       He lazy in the class because he always don’t understand (he is lazy) (he doesn’t)
d.      Drama can be lose the stress and be funny together (Drama can be lost)
e.       and I very afraid look a old woman. ( I was very afraid)
f.     I wanted tell you my frightening dream in one night. ( I wanted to tell)
g.   but before to bedroom ( went to bedroom)
h.   and very be afraid. ( and was afraid)
 Those are erroneous bits of language and those in the brackets are one of the revised versions according to the writers’ intention in their writings.
Verb form errors in the students’ writings can be mainly further subcategorized: a) lack or overgeneralization of subject-verb (S-V) agreement of the 3rd person singular; b) confusing about past tense (pt.) and past participle.
Error in pronoun
The error in pronoun and all the error which totals at 15 and accounts for approximately 13,35 % of all error types. The pronoun errors are errors always do not correspond to language context. Some of the examples from the data are as follows.
a.       When I ask his about the program or something else (when I ask him)
b.      I don’t like his because he always finds friends (I don’t like him)
c.       I and his make group partner ( I and him)

Error in singular or plural nouns
A lack of singular or plural markers and disagreement, which totally account for about 13 with percentage 11.57 % .Plural –s in English appears. The error in singular and plural which are total at 13 and accounts for  are approximately 11.57 % of all error types. The pronoun errors are errors always do not correspond to language context.
a.       When I was children live all families in Pemaron village (when I was a children)
b.       I and my brother always made frightening to all friend in the school ( to all friends)
c.       I saw many old worker work at place (Many all workers)

 Errors in Spelling

Spelling error is a frequent error type in all writing samples. There are 11 with percentage 9,79 %. Memorizing words is one of difficult tasks. It is more concerned during their high school years. When students are in high school, teachers have rigid tasks about memorizing words and rigorous check with them. Some examples from the data as follow: Therefore, misspelling in writing is a serious problem. In the writing samples, some top spelling errors are as following: alway (always), nowdays/nowaday (nowadays), ture (true) and turely (truely), unforgettable (unforgettable), weather (whether), talktive (talkative). Other errors are (beneficial), besises/beside (besides), choise (choice), cignificant (significant), ecist (exist), experience (experience), funning (funny), heself (himself), grammer (grammar), guidence (legend), luckly (luckily), meself (myself), ourself (ourselves), theirselves (themselves), planing (planning).
Errors in Parts of Speech
Error in parts of speech are 12 with consists of percentage 10,68 %. The students are often confused by the different forms of one word, its noun, verb, adj., adv. etc. Some words with a suffix –ly are not adv. but adj.. If words like “lack” and “respect” are used as verbs, “lack .” and
“respect sb.” are used, instead of “lack of .”, “respect for.”, in which “lack” and “respect” are nouns. Those are some examples as following;
a) I become more and more confidence. (confident)
b) It will be effected not only the students’ successful but also their view of life. (affect, success )
c) No one can success so easy. (succeed, easily)
d) They lack of work experience. (lack)
e) It’s their own choose whether they help or not. (choice)

Other Error Types
Any error is conducted by undergraduate students of Ganesha university as other frequent error types include those on non-finite verbs, run-on sentences, diction, clauses, and so on. The students  may miss a possessive or use an unspecified reference, making the meaning vague. Some example on the data as follow:
     a) Help someone is not difficult to us. (Helping)
b) We should help strangers and it would bring lots of benefits, such as make us more unite, make our life more easier, make the world more peaceful. (making, united; making, easier, making)
c) The best way to integrate into society that the whole society should encourage the college students go into business. (is that, to go into)
      d) I was attracted by her smile, her smile made me feel comfortable and relaxed. (. Her smile/ , which)
      e) After school, she went to teachers’ home, learned for two or three hours and then went back home, she must finish her homework. (. She)
f) She never asked me for anything but her gave me a lot. (she)
g) Everyone has own dream. (his own)

The sources of error in students writing

Based on the data have discussion above, there are some sources of error in students writing as follow:
a)In the substitutive language, inappropriate L1 transfer arises. Apart from the negative L1 transfer, the second reason for the errors is misapplying avoidance.
b.)The learners resort to L1, they find L1 cannot help, either they are ignorant of the L1 equivalent, or L1 lacks an equivalent. The students must be awareness of their errors. After the teaching practice, we find that classroom analysis and instruction are real problem in learning EFL. They have difficulty in English writing. Error correction is a cognitive process and errors cannot be removed until they have a clear awareness of them. Therefore, it is necessary for students to solve the errors in their writing.
        Table 3. Summary of errors in the English writing of the students
Grammatical errors
Count of Error (f)
Percentage (%)
Hierarchy
Tense and verb form
24
26.97
1
Pronoun
15
16.85
2
Singular/plural form of noun
13
14.60
3
Part of speech
12
13.48
4
spelling
11
12.36
5
Other  error types
11
12.36
6
Total

100


CONCLUSION

Based on the discussion above, the study mainly discusses the undergraduate students as EFL learners’ most frequent errors in their topic-based writings. The top six are the errors in tense and verb form, spelling, use of pronoun, singular/plural form of nouns, parts of speech and other type of error. All of the errors should aware by undergraduate students EFL learners in Ganesha university. And those frequent errors should be their priority.
The ultimate cause of the errors is learners’ linguistic ignorance of the teaching and learning process. Due to lack of declarative knowledge, learners use strategies to compensate for their ignorance. Instead of silence, learners try to express themselves by alternative means. In the substitutive language, inappropriate L1 transfer arises. Apart from the negative L1 transfer, the second reason for the errors is misapplying avoidance. When learners resort to L1, they find L1 cannot help, either they are ignorant of the L1 equivalent, or L1 lacks an equivalent. The students must be awareness of their errors. After the teaching practice, we find that classroom analysis and instruction are real problem in learning EFL. They have difficulty in English writing. Error correction is a cognitive process and errors cannot be removed until they have a clear awareness of them. Therefore, it is necessary for the students.


BIBLIOGRAPHY

Benson, C. (2002). Transfer/Cross-linguistic influence. ELT Journal, 56(1), 68-70.


Corder, S. P. 1967. The significance of learner’s errors. International Review of Applied Linguistics,
Corder, S. P. 1981. Error analysis and Interlanguage (pp. 1-13). Oxford: Oxford University Press.
Erdogan, V. 2005. Contribution of Error Analysis to Foreign Language Teaching. Mersin University Journal of the Faculty of Education, 1(2), 261-270
Fang, X., & Xue-Mei, J. 2007. Error Analysis and the EFL Classroom Teaching. US-China Education  

Review,4(9), 10-14.

Johnson, D. & Roen, D. 1989. Richness in writing. New York, NY: Long man.

Lasaten, C.S.R. Analysis of errors in the English writings of teacher education students . International Refereed

Research Journal Vol.–V, Issue 4, Oct. 2014 [92]

Moqimipour, K. & Shahrokhi2, M. 2015. The Impact of Text Genre on Iranian Intermediate EFL Students’ Writing Errors: An Error Analysis Perspective
Selinker, L. 1972. Interlanguage. International Review of Applied Linguistics, 10(3), 209-231.
.